Jawab Kritik GP Ansor Soal Zakat Fitrah, Baznas Kota Cirebon: Mana Mungkin Ada Mark Up

KLARIFIKASI. Wakil Ketua II Baznas Kota Cirebon, Abdul Muiz menjelaskan tentang proses penetapan besaran zakat fitrah yang dipertanyakan oleh GP Ansor Kota Cirebon. FOTO: ASEP SAEPUL MIELAH/RAKCER.ID
KLARIFIKASI. Wakil Ketua II Baznas Kota Cirebon, Abdul Muiz menjelaskan tentang proses penetapan besaran zakat fitrah yang dipertanyakan oleh GP Ansor Kota Cirebon. FOTO: ASEP SAEPUL MIELAH/RAKCER.ID
0 Komentar

RAKCER.ID – Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kota Cirebon menanggapi kritik yang dilayangkan GP Ansor Kota Cirebon, terkait besaran zakat fitrah dalam bentuk nominal.

Pasalnya, GP Ansor Kota Cirebon menilai, besaran nominalnya begitu besar dan berbeda sangat signifikan dari besaran zakat fitrah di daerah lain di Ciayumajakuning.

Wakil Ketua II Baznas Kota Cirebon, Abdul Muiz menjelaskan, dalam menetapkan besaran zakat fitrah, Baznas tidak bergerak sendiri. Pihaknya berkoordinasi dengan instansi lain, sebelum besarannya disepakati.

Baca Juga:Sukses Bertransformasi, Pendapatan Penjualan PT PLN Capai Angka Rp311,1 Triliun di Tahun 2022Tahun 2022, PT PLN Kembali Cetak Kinerja Keuangan Terbaik Sepanjang Sejarah

“Baznas tidak sendirian dalam penetapan besaran zakat fitrah 2023. Melainkan mengundang beberapa instansi untuk bahtsul masail. Ini dilakukan setiap tahun menjelang Ramadan,” jelasnya.

Unsur-unsur yang hadir, sambungnya, adalah Aspemkesra, MUI, Kemenag, DKUKMPP. Perdebatan pertama satu sho, satu sho sama dengan 4 mud. Di bahtsul masail, dibawa alat takarnya. Disepakati satu sho itu sama dengan 2,8 kilogram.

Selanjutnya, kata Muiz, besaran zakat fitrah dalam bentuk beras yang disepakati sebesar 2,8 kilogram tersebut, dikonversi ke dalam bentuk nilai nominal.

“Jika dikonversi ke uang, barulah ada peran DKUKMPP. Memantau gerak laju dari harga beras di tiga bulan sebelum Ramadhan. Sampai tiga bulan setelah Ramadhan. Dikonversi dengan tujuan, agar zakat fitrah bisa memberikan kestabilan secara pangan,” lanjut dia.

Dalam mengkonversinya, dijelaskan Muiz, saat itu, instansi yang berkewenangan yakni DKUKMPP menghitung bahwa saat itu, harga beras premium ada di angka Rp13.500 per kilogram.

Namun harga tersebut terus bergerak, sampai prediksi di bulan Ramadhan, harga beras premium ada di angka Rp14.850.

“Disepakati, kita ambil beras premium, dengan harga waktu itu Rp13.500. Kemudian di situ ditambah kenaikan 10 persen harga bulan Ramadhan. Menjadi 14.850 dikali 2,8 kg, menjadi Rp41.580. Dibulatkan menjadi Rp42 ribu,” tutur Muiz.

Baca Juga:Nominal Zakat Fitrah di Kota Cirebon Kegedean, GP Ansor: Jangan Sampai Ada Mark Up!Konsolidasikan Bacaleg, Ini Target Perolehan Kursi Partai Hanura Kota Cirebon

Jadi, dipastikan Muiz, penetapan besaran zakat fitrah dalam nilai nominal sebesar Rp42 ribu, sudah berdasarkan pembahasan serta kesepakatan dari instansi-instansi terkait yang berwenang. Kemudian setelah semua sepakat, Baznas sebagai lembaga pengumpul dan pendistribusi, melakukan penetapan.

“Jadi angka Rp42 ribu, berangkat dari 1 sho beras, ditimbang menjadi 2,751 kg. Kita sepakat dibulatkan menjadi 2,8 kg. Kemudian pergerakan harga beras premium, masih di angka Rp13.500 sampai Rp14.850. Mana mungkin ada mark up,” tegas Muiz. (*)

0 Komentar