Wakil Ketua Komisi II DPR RI: Putusan PN Jakpus Aneh, Janggal dan Tidak Lazim

Wakil Ketua Komisi II DPR RI
ANEH. Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Yanuar Prihatin melihat putusan PN Jakarta Pusat terkait sengketa pemilu janggal. rakcer.id/aleh malik
0 Komentar

RAKCER.ID – Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Yanuar Prihatin menyikapi Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang mengabulkan gugatan perdata Partai Prima terhadap KPU dan Majelis Hakim menyatakan tahapan pemilu 2024 ditunda.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI itu mempertanyakan apakah bisa dibenarkan putusan pengadilan negeri melampaui kewenangan undang-undang?

Aturan tentang penyelenggaraan pemilu bahkan penundaan pemilu menurut Wakil Ketua Komisi II DPR RI, adalah domain undang-undang dan kewenangan untuk membuat undang-undang ini dipegang oleh DPR dan pemerintah.

Baca Juga:Wakapolres Majalengka Mutasi ke Polda Jabar, Kapolres: Semoga Sespimnya LancarTebing Longsor di Cilongkrang, Pasokan PDAM Majalengka Terputus

Menurutnya, putusan pengadilan negeri ini agak aneh, janggal dan tidak lazim. Pengadilan negeri telah bertindak melampauai batas kewenangannya, dan terkesan sangat dipaksakan.

“Jika pengadilan paham hukum pemilu, maka gugatan Partai Prima semestinya ditolak. Partai Prima dirugikan karena tidak lolos verifikasi sebagai peserta pemilu 2024. Tapi tuntutannya malah meminta penundaan tahapan pemilu, yang berakibat pada penundaan pemilu hingga Juli 2025,” tuturnya.

“Logikanya yang dituntut mestinya soal pembatalan keputusan KPU yang tidak meloloskan Partai Prima sebagai peserta pemilu. Lebih aneh lagi, pengadilan menerima dan mengabulkan tuntutan ini,” tambahnya.

Yanuar menyebut, keputusan itu bukan saja mengacaukan sistem pengambilan keputusan soal yang berkaitan dengan seluk beluk pemilu. Tetapi juga makin membuat keadaan lebih tidak terkendali.

“Seakan tidak ada lagi kepastian hukum dan hubungan kewenangan antar institusi di negara ini. Semua lembaga bisa semau-maunya bikin putusan,” sebutnya.

Yanuar mengatakan, sengketa tentang verifikasi parpol jalur penyelesaian ada pada Bawaslu. Sementara yang berkaitan dengan etika diselesaikan melalui Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.

“Tak ada satupun perintah dalam undang-undang yang memberi kewenangan kepada pengadilan negeri untuk memutus perkara perselisihan verifikasi partai politik,” kata Yanuar.

Baca Juga:Perbaikan Jalan Majalengka-Cikijing Segera TerwujudBawaslu Kabupaten Majalengka Dorong PPK Fasilitasi Hak Pilih Karyawan Pabrik

Dijelaskan Yanuar, suasana kacau ini makin membenarkan asumsi publik bahwa masih saja ada kekuatan yang menghendaki pemilu 2024 ditunda.

“Kekuatan ini tak berhenti untuk mencari celah penundaan pemilu 2024. Setelah MK dilibatkan, kini pengadilan diajak juga ikut serta dalam persekongkolan,” ujarnya.

“Pintu masuknya lewat parpol yang tidak lolos verifikasi. Ga tahu, nanti siapa lagi yang akan dipaksa masuk dalam korporasi penundaan pemilu ini,” jelasnya.

0 Komentar