RAKYATCIREBON.ID -Kejaksaan Negeri (Kejari) Majalengka segera menetapkan tersangka kasus pembobolan Bank Perkreditan Rakyat (BPR), milik Pemda Majalengka yang merugikan keuangan mencapai sekitar Rp3,25 miliar. Penyidik kini tengah menunggu keterangan ahli dari Otoritas Jasa Keuangan yang tengah berjalan.
Menurut keterangan Kasi Pidsus Guntoro Janjang Saptodie, dalam kasus tersebut pihaknya telah memeriksa sebanyak 130 orang saksi dan saat ini masih ada sebanyak 70 orang saksi yang akan dimintai keterangannya yang hampir kesemuanya adalah nasabah BPR.
Banyaknya saksi yang dimintai keterangan tersebut sehubungan semua nasabah yang terlibat pada kredit macet dan agunan yang palsu harus dimintai keterangan. Hal ini juga sesuai saran OJK, untuk mengetahui penyebab dan nilai kerugian yang sebenarnya.
Baca Juga:Impact PHP2D FKOM, Desa Cisantana Raih Penghargaan GubernurINKAI Kuningan Turunkan 17 Atlet Di Kejuaran Karate Inkai Antar Dojo Se-Jawa Barat
Kendala yang dihadapi dalam pemeriksaan saksi-saksi adalah karena para nasabah tersebar di berbagai desa di beberapa kecamatan seperti Kecamatan Rajagaluh, Leuwimunding, Sindangwangi juga Sukahaji yang nasabahnya baru bisa ditemui ketika momentumnya tepat.
“Dari 200 nasabah ini ada dua orang diantaranya dinyatakan telah meninggal. Karena sulitnya menemui para nasabah, kami juga terkadang memintai keterangan saksi di desa dimana mereka tinggal. Karena ketika dipanggil ke Kantor Kejaksaan ada yang terus mangkir dengan berbagai alasan atau bahkan tidak mengirimkan alasan apapun,” ungkap Guntoro.
Dijelaskan Guntoro, kasus dugaan korupsi ini berlangsung selama dua tahunan mulai Tahun 2018 hingga Tahun 2019. Hal ini terjadi akibat tidak adanya kehati-hatian dalam memberikan kredit kepada nasabah.
Selain itu banyak agunan palsu yang dijaminkan ke BPR sehingga ketika dilakukan penagihan dan akan dilakukan sita jaminan ternyata barang yang diagunkan tidak ada.
Pihak BPR juga tidak pernah melakukan survei terlebih dulu ketika ada nasabah yang akan meminjam uang ke BPR, namun pinjaman langsung disetujui pihak pengelola bank BPR Sukahaji.
“Jadi tidak adanya prinsip kehati-hatian, agunan banyak yang palsu tidak terpantau, kalau ada agunan juga tidak sesuai dengan nilai kredit yang diberikan sehingga ketika diketahui kreditnya macet agunan yang dijaminkan minim tidak bisa menutupi tunggakan utangnya, usahanya juga banyak yang tidak jelas. Padahal seharusnya ada analisa kredit untuk meminimalisir adanya kerugian akibat tunggakan,” ungkap Guntoro.