Soal penyakit ‘inul’, Kardah punya pengalaman pahit pada tahun 2017. Saat musim hujan awal tahun, ia nekat menanam bawang di lahan seluas 3 hektare. Di lahan seluas itu, ia sampai merogoh kocek hingga Rp 500 juta untuk modal tanam.
Namun, bawang merah di lahannya diserang penyakit inul. Waktu itu, Kardah memaksakan menanam bawang ketika musim hujan dan memupuknya dengan pupuk impor. Harapannya, ketika bawang langka, ia bisa menyediakan bawang dan dibeli dengan harga tinggi.
“Tapi nyatanya saya mengalami gagal panen. Saat itu hanya untung Rp 60 juta. Saya sempat down saat itu dan mulai tidak percaya pada pupuk impor,” kata Kardah.
Baca Juga:CPNS IAIN Cirebon Dibina Sebelum Bertugas42 Relawan Pajak Baru Dikukuhkan, Siap Bantu WP Lapor SPT
Sejak saat itu, Kardah mengaku trauma menanam bawang ketika musim hujan. Begitupun saat mengikuti demplot Pupuk Indonesia awal tahun ini.
“Saat ikut demplot ini deg-degan juga. Tapi melihat bawang tumbuh tegak, akhirnya lega juga,” kata Kardah.
Bahkan, hasil panen yang baik saat ini, bisa membuat Kardah senang, sebab harga bawang cukup tinggi. “Di tingkat petani, harga bawang mencapai Rp 20 ribu per kilogram. Hasil panen ini tentu membahagiakan. Melihat hasil panen ini, saya sarankan untuk menggunakan produk buatan Pupuk Indonesia saja,” tutur Kardah kepada para petani bawang. (yog)