RAKYATCIREBON.ID – Tunjangan Hari Raya (THR) kerap kali dikeluhkan para buruh. Pasalnya, tidak sedikit pemberian THR diberikan tidak penuh. Padahal, pemberian THR telah ditetapkan pemerintah. Pun waktunya, H-7 lebaran idul Fitri.
Sekjen Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Cirebon Raya, Moh Machbub mengatakan, dasar hukum THR adalah Permenaker 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Serta Surat Edaran Menteri Tenaga kerja No. M/ 1/HK.04/lV/2022.
THR diberikan kepada Pekerja atau buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus atau lebih dan pekerja atau buruh yang mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu.
Baca Juga:Polresta Cirebon Bantu Percepat Vaksinasi BoosterPemkab Bersama Pemprov Kompak Terangi Pemukiman Warga
Kemudian besaran THR yang perusahaan berikan kepada buruh tersebut diatas, besarannya adalah 1 bulan upah bagi pekerja pekerja atau buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih.
Dan besaran proposional sesuai dengan perhitungan: masa kerja x 1 bulan upah dibagi 12 bagi pekerja atau buruh yang mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan. Serta pembayaran THR itu paling lambat 7 hari sebelum hari raya keagamaan.
“Dari dasar hukum dan uraian itu, maka sikap kami terhadap beberapa permasalahan THR yang banyak terjadi penyimpangan dibeberapa pengusaha nakal, menuntut pemberian THR diberikan secara penuh 100 persen,” tegas Machbub, kemarin.
Ia mendesak kepada perusahaan untuk memberikan THR kepada pekerja PKWT maupun PKWTT. Baik PKWT (kontrak) maupun PKWTT (tetap) sama sama berhak mendapatkan THR. Namun, nominalnya berbeda dengan pekerja yang bekerja lebih dari satu tahun.
“Banyak terjadi kasus di perusahaan, contohnya dalam setahun pekerja di kontrak 3x berturut turut, namun perusahaan hanya memberikan THR di 3 bulan terakhir,” ungkapnya.
Menurutnya, ini salah besar, harusnya adalah 3 kali kontrak x 3 bulan maka perusahaan harus memberikan besarannya adalah proposional 9 bulan masa kerja bukan 3 bulan masa kerja. Inilah dampak dari UU Cipta Kerja yang mengakibatkan pekerja-bekerja tanpa kepastian. Salah satunya adalah berdampak pada pemberian THR pekerja kontrak.