Dalam aturan tersebut, jelas dia, masyarakat penyangga hutan bisa memungut HHBK. Di antaranya berupa rotan, getah, biji-bijian, akar-akaran, kulit kayu, umbi, buah, sagu, tanaman obat, madu, hingga bambu hutan.
“Jangankan memanfaatkan getah pohon pinus, menanam pohon kopi di kawasan Gunung Ciremai juga sudah dilarang. Artinya, keberadaan taman nasional tidak memberikan manfaat bagi masyarakat penyangga,” tegas Eddy.
Dia mengatakan, untuk mengakhiri polemik tersebut, KTH meminta KLHK segera menetapkan Zona Tradisional di Gunung Ciremai.
Baca Juga:Safari Ramadan di Dukuh Badag, Bupati Tebar SembakoBerharap BLT Bisa Meringankan Beban
Adanya zona tersebut, kata dia, bisa digunakan untuk kepentingan pemanfaatan tradisional bagi masyarakat yang ketergantungan dengan sumber daya alam.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan nomor P.56/Menhut-II/2006 tentang pedoman zonasi taman nasional Menteri Kehutanan, setiap taman nasional, kata Eddy, harus memiliki zonasi.
“Ini desakan yang harus dijalankan. Masyarakat punya hak, karena sudah diatur dalam undang-undang dan kami juga tidak sembarangan,” pungkasnya. (bud)