Sementara itu, salah satu upaya yang bisa dilakukan pemerintah daerah untuk mencegah pernikahan dini adalah dengan melakukan penyuluhan secara masif kepada anak-anak SMA. “Selain mengenai undang-undang perkawinan, penyuluhan juga mengenai dampak negatif dari pernikahan dini. Anak-anak di bawah umur belum matang secara emosional dalam menghadapi kehidupan rumah tangga,” ujarnya.
Sebelumnya, sebanyak 7.771 pasangan suami isteri di Kabupaten Indramayu resmi bercerai. Secara keseluruhan, memilih untuk mengakhiri ikatan pernikahan itu didominasi karena faktor ekonomi. Kasus perkara perceraian di Kabupaten Indramayu terbilang masih sangat tinggi. Dalam kurun waktu setahun, 2022, Pengadilan Agama (PA) Indramayu menerima pengajuan 10.318 perkara perceraian. Dari jumlah tersebut perceraian yang diputuskan oleh hakim mencapai 7.771 perkara.
Menurut Humas PA Indramayu, Dindin Syarief Nurwahyudin, banyaknya perkara tersebut menjadikan Kabupaten Indramayu menempati urutan ke-4 secara nasional dengan angka perceraian tertinggi di Indonesia. Tiga teratasnya yakni Surabaya, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Bogor. “Kalau di Jawa Barat kita direngking kedua setelah Kabupaten Bogor,” jelas Dindin, Selasa (17/1/2023).
Menurutnya, angka perceraian di Kabupaten Indramayu itu masih didominasi oleh cerai gugat atau cerai yang diajukan oleh pihak isteri. Yaitu sebanyak 5.669 perkara yang diputuskan. Sedangkan cerai talak ada sebanyak 2.102 perkara yang diputuskan.
Banyak Usia Muda Ajukan Cerai ke Pengadilan Agama
Tidak dipungkiri, kondisi tingginya angka perceraian di Kabupaten Indramayu ini cukup ironis. Hal ini mengingat tidak sedikit pasangan yang masih berusia muda mengajukan perceraian ke PA Indramayu. Dindin mengaku, beberapa hari lalu baru saja menjadi hakim untuk perkara perceraian yang diajukan oleh isteri berusia 19 tahun.
Perkara perceraian tersebut diketahui juga merupakan kali kedua yang ia ajukan ke Pengadilan Agama Indramayu. “Diusianya yang baru 19 tahun dia sudah dua kali cerai, memang ini cukup ironis,” ungkapnya. Berdasarkan data itu, 7.771 perempuan di Kabupaten Indramayu menjanda di tahun 2022 karena bercerai. Dan ternyata faktor penyebab perceraiannya yang dipicu faktor ekonomi jumlahnya mendominasi, yaitu mencapai 72,68 persen. Baik perkara perceraian yang diajukan oleh pihak isteri maupun suami.
Sementara faktor lainnya, seperti perselingkuhan, KDRT, dan lain sebagainya hanya terdapat beberapa kasus. “Perlu kita akui, ekonomi di kita rendah sehingga memicu tingginya angka perceraian,” sebutnya. Disampaikan pula, tidak sedikit isteri yang meminta cerai karena tidak dapat dipenuhi kebutuhan ekonominya. Termasuk suami, karena kondisi ekonomi yang rendah namun isterinya selalu mengeluh, sehingga suami mengajukan perceraian.