Padahal rata-rata masyarakat yang mengajukan dispensasi nikah adalah kalangan ekonomi bawah.
“Akhirnya mereka lebih memilih tidak ditempuh (memproses dispensasi nikah, red). Lalu perkawinannya tidak tercatat,” jelas Cholil.
Contoh lain, disebutkan Cholil, sepanjang tahun 2021, di daerah Lombok tidak ada satupun yang mengajukan dispensasi nikah.
Data itu sangat kontras dengan tahun sebelumnya. Bahwa permohonan dispensasi nikah di sana cukup tinggi. Sehingga disinyalir mereka lebih memilih tidak mengajukannya.
“Setelah diteliti, ternyata sebabnya adalah faktor ketidakmauan untuk menempuh syarat-syarat sesuai Peraturan MA tadi,” lanjut Cholil.
Berkaca dari fenomena yang ia sebutkan, kata Cholil, untuk di Kota Cirebon, ia juga memperkirakan masih ada pasangan di bawah umur yang melangsungkan pernikahan.
Namun tanpa menempuh dispensasi nikah. Dan lebih memilih tetap menikah hanya secara agama.
Hal tersebut terlihat dari banyaknya permintaan sidang isbat nikah, yang memang diperuntukkan bagi mereka yang nikahnya belum tercatat.
Ditambahkan Cholil, implikasi hukum dari catatan pernikahan sendiri sangat penting. Pernikahan yang tercatat secara sah dalam hukum negara, masing-masing pasangan suami istri akan memperoleh hak dan kewajibannya secara hukum. Terutama hak bagi kaum perempuan di dalam ikatan pernikahan tersebut.
“Mungkin di lapangan banyak yang tidak melalui dispensasi. Nanti ketahuannya beberapa tahun kemudian. Akan banyak yang minta untuk isbat nikah. Karena untuk keperluan administrasi. Anak perlu akta kelahiran, untuk sekolah dan lain-lain,” imbuh dia. (*)