Selain itu, tentu saja kesadaran masyarakat juga menjadi bagian inheren dalam konservasi air dan sungai, dengan cara membiasakan tidak membuang sampah langsung dan limbah industri ke sungai.
Nico melanjutkan, kerusakan ekosistem sungai meluas terjadi di mana-mana, termasuk di antaranya sungai-sungai di wilayah Cirebon.
Persoalan ini jadi sebuah konsen masalah yang jadi perhatiannya yang pada 2016, menginisiasi Taman Belajar Cikalong (Tabalong) dengan misi dalam pelestarian lingkungan melalui ekspresi seni.
Baca Juga:Penanggulangan Aksi Ekstremisme Butuh KolaborasiIni Solusi Atasi Banjir Kota Cirebon Menurut Praktisi Arsitektur
Menurutnya, kondisi-kondisi sungai di wilayah Cirebon sudah menujukkan kerusakan yang sangat akut. Pada salah satu momen rapat bersama antar pihak di BP4D Kota Cirebon, pihak pemerintah Kota Cirebon menyebutkan banyak kawasan sungai yang beralih fungsi menjadi kawasan non-sungai, bahkan dijadikan Tempat Pembuangan Sampah (TPS) oleh warga setempat.
“Di wilayah Kota Cirebon, kita bisa lihat Sungai Kriyan yang sudah mengalami kerusakan parah. Saya pernah menelusuri menggunakan perahu karet, ekosistem Sungai Kriyah sudah tercemar dengan aktivitas limbah,” katanya.
Nico melanjutkan, misalnya limbah yang mencemari Sungai Kriyan meliputi limbah rumah tangga seperti sampah plastik, limbah pabrik-pabrik seperti oli, serta hingga limbah rumah sakit.
Dampaknya, selain keseluruhan limbah tersebut menurunkan daya dukung ekologis lingkungan, juga turut serta menyumbang kontribusi terhadap banjir.
Nico juga mencontohkan aliran sungai di kawasan Kecamatan Jamblang dan Palimanan.
“Kita bisa lihat dengan mata telanjang, sungai-sungai di kawasan tersebut berwarna abu-abu. Praktis, hal demikian membawa dampak buruk terhadap kesehatan lahan dan produksi pertanian. Ikan-ikannya mengalami kebutaan. Nyaris seluruh aktivitas industri di sana sudah sedemikian mencemari sungai,” pungkasnya. (*)