Dijelaskan Arif, Reboot menganalisis statistik keamanan siber, termasuk unduhan drive-by, situs phishing, situs hosting malware, dan komputer yang disusupi untuk membuat skor indeks bahaya siber. Berdasarkan hasil riset tersebut diketahui Indonesia menduduki peringkat pertama dengan skor 82,8 dari 100.
Reboot menemukan ada sebanyak 643 komputer terinfeksi virus, 1.080 situs phishing, dan 1.040 situs mengandung malware.
“Banyaknya kasus phishing belakangan ini terjadi dengan memanfaatkan kelalaian konsumen dalam menggunakan media digital. Sehingga, data-data perbankan konsumen yang ada disalahgunakan untuk mencuri saldo mereka,” imbuhnya.
Baca Juga:3G Teknologi Jadul, Telkomsel Ajak Beralih ke 4GKesadaran Ekologi Masyarakat Rendah, Bikin Banyak Sungai di Cirebon Rusak
Dalam menyikapi fenomena phishing, lanjut Arif, BPKN melakukan kajian terkait dasar hukum pencegahan cyber attack, khususnya phishing. Berbagai masalah pelanggaran hak konsumen melalui pembobolan data konsumen perbankan dan mengidentifikasi langkah pemerintah dalam mencegah dan menangani phishing konsumen perbankan.
Untuk itu, BPKN telah melaksanakan diskusi terbatas dengan stakeholder terkait yaitu Otoritas Jasa Keuangan, Ahli Keamanan Siber, Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Siber dan Sandi Negara serta Bareskrim Polri.
Sehubungan dengan hasil kajian yang telah dilakukan, BPKN-RI sedang menyusun rekomendasi kepada pemerintah. Di antaranya pemerintah perlu mendorong pelaku usaha jasa keuangan khususnya perbankan agar memperkuat sistem keamanan data.
Kemudian pemerintah harus segera membentuk dan menetapkan lembaga yang akan melaksanakan UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (PDP) dan peraturan turunannya.
“Serta melakukan sosialisasi secara terintegrasi dan lebih intensif untuk lebih meningkatkan jangkauan kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kerahasiaan data pribadi,” pungkas Arif. (*)