Kedua, ada pasangan Hamzah Haz, wakil presiden incumbent, yang didampingi Jenderal TNI Agum Gumelar.
Ketiga, ada Amien Rais, seorang tokoh reformasi yang saat itu didampingi Siswono Yudohusodo. Keempat, ada Jenderal TNI Wiranto, seorang mantan panglima TNI yang didampingi oleh KH Solahudin Wahid, adik kandung dari Gus Dur.
“Itu kaliber berat semua. Senior-senior saya, lebih dikenal oleh rakyat ketimbang saya. Baru kelima saya dengan pak JK,” tutur SBY.
Baca Juga:DPRD Desak Pemkot Cirebon Serius Kelola Keuangan, PKS: Harimau Mati Meninggalkan Belang, Azis-Eti Meninggalkan Apa?PLN Sigap Pulihkan Sistem Kelistrikan Pasca Gempa Bantul, Salurkan TJSL untuk Bantu Warga Terdampak
Diakui SBY, saat itu, banyak pihak tidak percaya bahwa pasangan SBY-JK bisa memenangkan Pilpres 2004, bahkan bisa menang dua periode.
“Tetapi itu, saya didampingi almarhumah Ibu Ani. Berangkat dari bismillah, mohon pertolongan Allah. Yang saya lakukan, pagi, siang, sore, malam, adalah bertemu saudara kita rakyat Indonesia,” paparnya.
“I talk to them, sangat melelahkan. Tetapi harus saya lakukan. Saya kenalkan diri, saya mendengarkan, inginnya apa, harapannya apa. Ratusan tempat dalam satu minggu,” tuturnya.
Dalam memenangkan pertarungan, masih diceritakan SBY, ia hanya memiliki keyakinan, tanpa ada strategi dan teori lain.
“Hanya itu. Saya tidak punya teori lain. Tidak ada strategi lain. Pada akhirnya, rakyat harus disapa, rakyat harus ditemui, hanya itu. Tidak ada resep ajaib, tidak ada jalan pintas. Tolong direnungkan baik-baik,” ungkapnya.
“Waktu masih ada. Insya Allah sejarah memberikan kesempatan,” imbuh SBY yang melanjutkan agendanya dengan makan siang dan langsung kembali ke Jakarta. (*)