CIREBON, RAKCER.ID – Kualitas udara di Ibu Kota Jakarta kembali menduduki posisi pertama sebagai kota dengan udara terburuk di dunia, Minggu (13/8) pagi.
Polusi udara DKI Jakarta kian memburuk. Ini terlihat dari data IQAir yang menggunakan acuan Air Quality Index United States (AQI US), indeks yang mengukur kualitas udara setiap daerah.
Selama sepekan ini, kualitas udara Jakarta terburuk terjadi pada Selasa (25/7/2023), dengan rata-rata harian mencapai 164 poin. AQI US mengklasifikasikan kualitas ini tidak sehat dan berada di zona merah.
Baca Juga:Stres dan Letih? Konsumsi 8 Buah ini Untuk MeredakannyaMengenal Inggit Garnasih, 20 Tahun Bersama Soekarno Dalam Suka dan Duka
Apa penyebab dari buruknya kualitas udara di Jakarta
Penyebab utama dari pencemaran udara di Indonesia sekitar 70% nya merupakan hasil dari emisi kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor tersebut terutama yang tidak terawatt akan mengeluarkan banyak zat yang berbahaya dan sifatnya merusak baik terhadap lingkungan dan kesehatamn dari manusia.
Efek buruknya kualitas udara di Jakarta kini tiba di tahap yang mengkhawatirkan. Semua orang terdampak. Tak mengenal usia dan jenis kelamin, kesehatan warga di Jakarta pun kini terancam.
Arizal (41), adalah satu dari jutaan orang di Jakarta yang mengeluhkan kondisi buruknya udara yang ada. Pengemudi ojek online (ojol) itu bahkan menyadari bahwa kabut polusi di Jakarta terlalu tebal.
Lembaga independen yang melakukan penelitian soal polusi udara, CREA, menyebutkan pencemaran lintas batas dari provinsi Banten dan Jawa Barat merupakan contributor utama pencemaran udara di Jakarta.
Yang menjadi penyumbang terbesar polusi di Jakarta ia merujuk pada data yang tertera pada kajian inventarisasi emisi pencemar udara yang menunjukan transportasi menjadi penyumbang terbesar polusi udara, dengan 44% sementara bidang industrimenyumbang polusi udara sebesar 31%.
Dalam kesempatan sebelumnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta Asep Kuswanto menyebut penyebab buruknya udara di Ibu Kota dalam beberapa waktu terakhir disebabkan karena terjadinya musim kemarau.
“Memang Juli hingga September biasanya itu musim kemarau sedang mencapai tinggi-tingginya. Sehingga memang berakibat pada kondisi udara kualitas udara yang kurang baik,” kata Asep saat konferensi pers di Gedung Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Jakarta Timur.