“Setahu saya, ketika dulu masih di Puskesmas, kita masih mendapatkan informasi dari mulut ke mulut atau via laporan keterangan dari sesama pegawai puskesmas. Chatting via grup WhatsApp belum ada aplikasi khusus yang mengarah ke sana,” ungkap Subeno.
Saat ini, ketika pegawai Puskesmas mengetahui ada pasien kusta, maka pegawai tersebut akan mengajak si pemberi informasi agar menyampaikan kepada pihak keluarga supaya mau datang ke Puskesmas untuk melakukan pengobatan. Atau, petugas Puskesmas mendatangi langsung pasien yang diduga kusta. Ketika ciri-cirinya dianggap mendekati kusta, maka akan langsung diarahkan untuk menjalani pengobatan.
Selama ini, di kalangan masyarakat, masih ada stigma bahwa kusta adalah penyakit berbahaya, hingga tidak jarang pasien kusta dikucilkan. Pasien kusta atau Orang yang Pernah Mengidap Kusta (OYPMK) tidak seharusnya dikucilkan. Karena dengan penanganan yang baik dan tepat penyakit kusta tidak mudah menular dan dapat disembuhkan.
Baca Juga:Cegah Bahaya Kusta Sejak Dini Melalui Peran RT dan RWDua Pesilat SMK Budi Bhakti Mencoba Mengulang Sejarah Prestasi
Untuk meluruskan pemahaman keliru tentang kusta, “Melawan Stigma” menjadi kampanye yang harus disuarakan dengan lantang seperti yang dilakukan oleh NLR Indonesia sebagai lembaga non profit yang bekerja untuk penanggulangan kusta dan inklusi disabilitas. Melalui project Suara Untuk Indonesia Bebas Kusta (SUKA) mengintervensi masyarakat dan para aktor penggerak perubahan untuk bersama-sama mengedukasi dan melakukan berbagai gerakan inovatif untuk mengikis stigma kusta.
Ketika penulis meriset kata kunci “inovasi teknologi penanganan kusta”, di wilayah Semarang Jawa Timur, nyatanya telah ada inovasi teknologi deteksi dini gejala penyakit kusta.
Dilansir dari Kemenag.go.id, bahwa Tim Inovator Muda Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang (tahun 2020) telah berhasil meraih prestasi Internasional karena telah menciptakan teknologi untuk deteksi dini penyakit Kusta.
Tim UIN Walisongo dalam ajang ini menampilkan inovasi berbasis artificial intelligence berupa aplikasi pendeteksi dini penyakit kusta. Aplikasi ini diberi nama Periksa. Aplikasi ini dikembangkan empat mahasiswa pendidikan, yaitu: A. Farid Rohmatulloh (Biologi), Agung Dwi Saputro (Fisika), Agus Suprapto (Bahasa Inggris), dan Afrizal Dwi Ananto (Biologi).
Pengembangan aplikasi tersebut dilakukan sebagai langkah cepat proses deteksi dini penyakit kusta. “Aplikasi Periksa.in di buat dengan memanfaatkan machine learning yang akan mengelola dan mencocokan gambar/foto dari bagian kulit yang terindikasi penyakit kusta dengan gambar/foto kusta yang asli,” tutur Farid, seperti dikutip kemenag.go.id.