Menurut Vigra, kebijakan ini sejatinya dikembalikan lagi kepada perguruan tinggi. Sekiranya tugas apa yang dapat dilakukan mahasiswa namun bobot akademiknya setara dengan skripsi.
Vigra mengatakan, adanya kebijakan ini, Kemendikbudristek merasa skripsi kurang relevan seiring bergesernya paradigma pendidikan. Terutama karena ada perubahan dalam kebutuhan dan harapan dari dunia kerja, kemajuan teknologi, serta tantangan kompleks dalam masyarakat global.
Alasan perubahan kebijakan ini juga mendukung misi pemerintah yaitu kurikulum merdeka, dimana mahasiswa bebas mengeksplorasi dalam membuat tugas akhir.
Baca Juga:Pantai Kejawanan Tempat Menghilangkan Penat, Bermitos Air Laut Penyembuh SakitMengulik Sejarah, Keunikan dan Cita Rasa Nasi Jamblang
“Untuk saat ini kesiapan mahasiswa lebih pro dengan tetap diadakannya skripsi, karena kebanyakan mahasiswa di Institut Prima Bangsa ini meneliti sebuah penelitian yang berhubungan dengan bahasa yang tentunya isi dari penelitiannya seputar analisa bahasa,” jelasnya.
“Jika tugas akhir digantikan dengan proyek atau tugas yang sebanding dengan skripsi, saya rasa mungkin ada mahasiswa yang siap dan ada mahasiswa yang lebih condong ke skripsi saja,” pungkas Vigra. (*)
*Berita ini merupakan hasil liputan kelompok mahasiswa Institut Prima Bangsa (IPB) Cirebon:
1.Adinda Nurul Ahista (12522076)
2. Lisna Dewi Agustin (12522074)
3. Nita Urmila (12522067)
Dibuat dalam rangka memenuhi tugas akhir mata kuliah Bahasa Indonesia dosen pengampu Tria Aditia Nugraha, M.Pd.
Dan telah dipublikasikan di Koran Rakyat Cirebon edisi Rabu, 8 Januari 2024 halaman 1 dengan judul ‘Mahasiswa Cirebon Respon Peniadaan Kewajiban Skripsi’,