Tingkat kepopuleran figur politik tidak serta merta menentukan keterpilihannya pada pemilihan umum. Banyak faktor dapat mempengaruhi tingkat elektabilitas seseorang.
Salah satunya adalah popularitas, yang sangat bergantung pada citra positif politisi di masyarakat.
Jika seorang politisi dikenal sebagai sosok yang baik, pengaruhnya terhadap elektabilitas akan besar.
Baca Juga:Pilkada Kota Cirebon 2024 Bakal Pertemukan Eti vs Bamunas, Duh Bikin Nostalgia!Timnas Indonesia U-20 Kalah dari Ukraina U-23 di Toulon Cup 2024
Sebaliknya, jika citra negatif yang ditampilkan, akan sulit baginya untuk meraih suara publik dalam pemilu. Oleh karena itu, adagium “populer belum tentu dipilih” masih berlaku dalam politik.
Pengamat Politik Kota Cirebon, Herawan Effendi, mengatakan bahwa hingga saat ini, tokoh-tokoh populer di Kota Cirebon belum sepenuhnya menampilkan citra positif.
“Masing-masing punya kelemahan yang dapat dimanfaatkan lawan politiknya. Maka, tidak cukup hanya berbekal popularitas, juga harus punya daya tawar tinggi (bargaining position),” ungkapnya.
Dalam hal bargaining, ketua-ketua partai memiliki keuntungan besar. Mereka memiliki ‘hak istimewa’ untuk mencalonkan dan dicalonkan pada Pilkada Kota Cirebon 2024.
Terlebih lagi, partai dengan sumber daya politik yang besar, seperti pemenang pileg atau pilkada sebelumnya, akan lebih mudah menghadapi pemilu berikutnya.
Selain popularitas dan bargaining position, figur politik juga membutuhkan sumber daya finansial sebagai ‘ongkos politik’.
Harus diakui, biaya operasional pada setiap gelaran pilkada tidak hanya dikeluarkan oleh KPU dan Bawaslu untuk menyukseskan pilkada dan meningkatkan partisipasi masyarakat.
Baca Juga:Jerman Raih Kacamata Saat Lawan Musuh Bebuyutan RusiaBosnia dan Herzegovina Kehabisan Bensin di Babak Kedua dan Berakhir Babak Belur
Di sisi lain, para kandidat, partai koalisi, dan kelompok pendukung juga berperan dalam sosialisasi pilkada, terutama dalam mengenalkan kandidat yang mereka dukung.
“Kerja-kerja mereka tidak terlingkup oleh anggaran pemilu. Melainkan modal swadaya yang peruntukannya sangat vital dalam meningkatkan partisipasi pemilih,” tambahnya.
Dalam konteks Pilkada Kota Cirebon 2024, Effendi menilai masih ada waktu bagi semua figur politik di Kota Cirebon untuk bermanuver dan menebar citra positif di mata masyarakat.
Pasalnya, dalam Survei Pemilu Rakyat yang telah digelar empat kali, jumlah responden yang belum menentukan pilihan pada Pilkada Kota Cirebon 2024 sangat besar.
Pada survei pekan keempat, Senin (3/6/2024) di Kelurahan Jagasatru, 64,59% responden mengaku belum menentukan pilihan politik mereka kepada kandidat tertentu, alias masih swing voters.