Salah seorang pedagang, Ati mengungkapkan, dirinya harus membayar iuran harian sebesar Rp3.000 untuk kebersihan, serta iuran bulanan Rp150.000 untuk listrik.
“Kami setiap hari diminta bayar Rp3.000 untuk kebersihan. Lalu tiap bulan harus setor Rp150.000 untuk listrik. Tapi kami tidak tahu uang itu dikelola siapa dan bagaimana penggunaannya,” ujar Ati saat ditemui, Jumat (11/4/2025).
Ati juga menyatakan kekecewaannya atas kurangnya informasi dan transparansi terkait pengelolaan dana iuran tersebut. Ia pun menduga bahwa praktik ini tidak sepenuhnya legal dan bahkan bisa mengarah pada premanisme terselubung.
Baca Juga:Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Cirebon Dukung Tuntutan Driver Ojol Soal Potongan 20 PersenBBWS Cimanuk-Cisanggarung Mulai Pengerukan Muara Sungai Kesunean Usai Kunjungan Walikota Cirebon
Menanggapi keluhan tersebut, Ketua Paguyuban Pedagang Kawasan Bima, Bambang Prawoto, memberikan penjelasan. Ia menyebut bahwa iuran yang dilakukan oleh paguyuban hanya berlaku saat hari Minggu, ketika ada kegiatan atau keramaian, dan hanya kepada anggota yang terdaftar.
“Kalau penarikan oleh kami (Paguyuban), itu hanya hari Minggu. Jumlahnya Rp5.000 per pedagang. Itu pun hanya untuk anggota paguyuban dan sifatnya iuran organisasi,” jelas Bambang.
Menurut Bambang, dana iuran digunakan untuk operasional paguyuban, termasuk menjaga kebersihan lingkungan saat kegiatan berlangsung.
“Yang Rp5.000 itu buat kebersihan dan kebutuhan lainnya. Di hari biasa tidak ada penarikan dari paguyuban,” tambahnya.
Terkait tuduhan adanya pungutan liar harian dan bulanan di kawasan Stadion Bima, Bambang mengaku belum menerima laporan resmi dari para pedagang. Ia pun membuka ruang komunikasi dan siap menelusuri jika memang ada pihak di luar paguyuban yang melakukan penarikan liar.
“Kalau memang ada penarikan liar di luar struktur paguyuban, kami siap bantu menindaklanjuti. Tapi harus jelas dulu siapa yang melakukan, supaya tidak simpang siur,” tegasnya.