Gawat! RSD Gunung Jati Rugi Miliaran Karena Aturan Pelayanan Kegawatdaruratan

Gawat! RSD Gunung Jati Rugi Miliaran Karena Aturan Pelayanan Kegawatdaruratan
CARI SOLUSI. Ketua DPRD Kota Cirebon, Andrie Sulistio mendatangi RSD Gunung Jati dan berdiskusi terkait dengan ketentuan kriteria kegawatdaruratan yang menuai polemik. FOTO: ISTIMEWA/RAKCER.ID
0 Komentar

“Permasalahan ini membutuhkan perhatian dari pemerintah provinsi. Kami berharap ada solusi jangka panjang yang lebih solutif. Dalam waktu dekat, saya berencana berkonsultasi ke Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. Bahkan jika memungkinkan, berdiskusi langsung dengan pak Gubernur,” paparnya.

Sementara itu, Direktur RSD Gunung Jati, dr Katibi MKM menekankan pentingnya memahami kriteria pelayanan gawat darurat yang dijamin JKN.

Hal ini merespons banyaknya pasien yang datang ke IGD dalam kondisi yang sebenarnya tidak masuk kategori kegawatdaruratan atau disebut false emergency.

Baca Juga:DLH Kota Cirebon Tutup TPS Liar di Dekat Pasar Harjamukti, Wujud Komitmen Jaga Kebersihan LingkunganWalikota Cirebon Bantah Keras Isu Mafia Lapak di Stadion Bima, Tegaskan Penataan Terus Berjalan

Disebutkan dr Katibi, mengacu pada Permenkes Nomor 47 tahun 2018, terdapat lima kriteria pelayanan kegawatdaruratan yang dijamin JKN. Pertama, kondisi yang mengancam nyawa, membahayakan diri sendiri orang lain atau lingkungan.

Kedua, gangguan pada jalan napas, pernapasan dan sirkulasi darah. Ketiga, kondisi adanya penurunan kesadaran. Keempat, adanya gangguan hemodinamik seperti masalah pada darah jantung atau pembuluh darah. Kelima, kondisi yang memerlukan tindakan medis segera.

“Pasien yang datang ke IGD tanpa memenuhi kriteria tersebut tidak masuk dalam kategori gawat darurat, sehingga tidak dijamin oleh BPJS. Namun, sering kali pasien tetap menghendaki layanan darurat, meski tidak sesuai regulasi. Itu tidak kita tolak, tetap kita layani sebagai pasien umum,” ujarnya.

Masih dijelaskan dr Katibi, Permenkes tersebut diundangkan sejak 2018, namun skema pembiayaan melalui BPJS Kesehatan baru diadopsi pada Desember 2024 melalui kesepakatan dengan pihak terkait.

Dalam praktiknya, rumah sakit masih menghadapi tantangan dalam hal pembiayaan, termasuk piutang dari pemerintah daerah.

“Piutang rumah sakit kepada pemerintah, terutama di luar wilayah Kota Cirebon, sudah berlangsung lama. Ada yang sudah dibayar sebagian, tapi ada juga yang belum sama sekali,” sebutnya.

Pihak RSD Gunung Jati berupaya menagih piutang kepada pasien dan keluarganya, dan atas arahan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), mengarahkan untuk berkoordinasi dengan pemerintah daerah asal pasien untuk segera melunasi utangnya kepada rumah sakit.

Baca Juga:Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Cirebon Dukung Tuntutan Driver Ojol Soal Potongan 20 PersenBBWS Cimanuk-Cisanggarung Mulai Pengerukan Muara Sungai Kesunean Usai Kunjungan Walikota Cirebon

Dia juga menyoroti kondisi masyarakat luar Kota Cirebon yang belum seluruhnya menjadi peserta BPJS Kesehatan.

Ketika masyarakat yang tidak terdaftar mengalami sakit dan tidak memiliki dana cukup, maka saat pulang mereka belum bisa melunasi biaya pengobatan, dan hal ini menambah beban piutang rumah sakit yang terus terakumulasi.

0 Komentar