Menghidupkan Kartini Melalui Aksi
Perayaan sejati Hari Kartini semestinya menghidupkan kembali api perlawanan yang dulu ia nyalakan. Sekolah dapat menyelenggarakan diskusi publik tentang peran perempuan dalam sejarah bangsa, bukan sekadar lomba fashion show.
Kantor bisa mengadakan sesi pelatihan tentang kesetaraan gender dan menciptakan kebijakan kerja yang ramah perempuan. Media dapat lebih gencar menampilkan narasi perempuan yang memberdayakan, bukan yang sekadar menampilkan “sisi anggun”.
Dalam dunia yang terus berubah, cara kita merayakan Kartini pun semestinya ikut berubah. Tidak lagi terpaku pada bentuk-bentuk yang hanya enak dipajang di Instagram, melainkan langkah konkret yang memperluas ruang partisipasi perempuan, baik dalam pendidikan, ekonomi, politik, maupun budaya.
Baca Juga:Kartini Menghadapi Patriarki, Kita Menghadapi Teman yang Bilang Kenapa Belum Menikah?Kartini Nulis Surat, Kita Nulis Caption! Apa Masih Sama Semangatnya?
Kartini Tidak Butuh Dipuja, Tapi Dilanjutkan
Perjuangan Kartini bukan untuk dikenang dengan bunga dan kain tradisional semata. Ia menulis bukan untuk dikenang, tetapi untuk menggugah. Maka, tugas kita bukan mengulang-ulang kutipan “Habis Gelap Terbitlah Terang”, melainkan menjadikan terang itu nyata dalam kehidupan sosial kita hari ini.
Menempatkan Kartini dalam flyer mungkin mudah. Tapi mewarisi keberaniannya untuk berpikir kritis dan melawan ketidakadilan—itulah tantangan sebenarnya.