CIREBON, RAKCER.ID – Arab Saudi kini tengah mengalami perubahan besar yang mungkin belum banyak diketahui publik yakni revolusi hijau berbasis pola makan nabati yang secara perlahan mengubah lanskap pertanian di negeri kaya minyak ini.
Transformasi ini tidak hanya mencerminkan tren global, tetapi juga merupakan bagian dari strategi Visi 2030 yang bertujuan untuk melepaskan ketergantungan dari sektor minyak.
Menurut data PwC, pada tahun 2024 sektor pertanian Arab Saudi mencatatkan produk domestik bruto (PDB) sebesar SR114 miliar (sekitar Rp482 triliun).
Baca Juga:Perlombaan Nuklir? Dunia Panik Saat China, Rusia, dan AS Percepat Modernisasi Senjata Pemusnah Massal!Serangan Balasan Mematikan! Rudal Iran Tembus Israel, Ratusan Tewas di Teheran
Angka ini menunjukkan peningkatan signifikan dan memperlihatkan peran penting pertanian, khususnya tanaman pangan nabati, dalam menopang perekonomian nasional.
Namun demikian, Arab Saudi masih menjadi negara pengimpor utama untuk makanan dan pakan ternak, yang menjadi tantangan tersendiri dalam mencapai ketahanan pangan nasional. Di sinilah peran inovasi menjadi sangat vital.
Tanaman Alternatif dan Teknologi Canggih: Kunci Masa Depan Pertanian
Phil Webster, mitra di Arthur D. Little yang memimpin divisi barang konsumsi, ritel, dan pertanian, menyatakan bahwa potensi terbesar di sektor ini terletak pada tanaman alternatif seperti lentil, chickpea, dan quinoa komoditas yang secara alami lebih tahan terhadap kekeringan dan salinitas.
Tanaman tersebut menjadi bahan utama dalam pengembangan produk pengganti daging, seperti burger berbasis lentil.
Selain itu, pertanian vertikal menjadi solusi yang semakin diminati. Metode ini memungkinkan produksi pangan berkualitas tinggi sepanjang tahun di lingkungan urban dengan memanfaatkan teknologi pencahayaan, irigasi, dan otomatisasi mutakhir. Investasi global untuk sektor ini dilaporkan mencapai lebih dari satu miliar dolar AS per tahun.
Produk Pangan yang Diperkaya Nutrisi: Inovasi untuk Kesehatan Publik
Perusahaan seperti Tanmiah dan Arabian Farms telah memproduksi ayam dan telur yang diperkaya dengan Omega-3 (DHA) bekerja sama dengan Universitas King Abdulaziz. Inisiatif ini bertujuan untuk mengatasi kekurangan asupan gizi, khususnya di kalangan generasi muda yang cenderung menghindari konsumsi ikan.
Profesor Patrick Wall dari University College Dublin menjelaskan bahwa mikroalga menjadi sumber berkelanjutan untuk produksi Omega-3 dan dapat digunakan dalam pakan ternak maupun suplemen makanan. Peningkatan kandungan DHA dalam produk unggas diharapkan dapat menekan risiko penyakit jantung dan diabetes di Arab Saudi.