CIREBON,RAKCER.ID – Presiden AS Donald Trump resmi menandatangani RUU pajak dan belanja negara menjadi undang-undang pada Jumat (04/07), yang di antaranya menaikkan batas utang nasional sebesar US$5 triliun.
Tujuan utama dari undang-undang ini adalah mendorong pertumbuhan ekonomi, namun biayanya sangat besar dan menimbulkan kekhawatiran luas.
Simak ulasan lengkap tentang RUU Usulan Trump Bakal Perburuk Ekonomi
Kantor Anggaran Kongres AS (CBO) memperkirakan defisit anggaran akan membengkak hingga US$3,3 triliun dalam dekade ke depan, disebabkan oleh pemotongan pajak besar-besaran yang akan menurunkan pendapatan negara.
Baca Juga:Bitcoin Sempat Turun ke US$107 Ribu Usai Wallet Era Satoshi Pindahkan US$8,6 MiliarKeuntungan Holder Bitcoin Belum Terealisasikan hingga Rp19 Kuadriliun
Maya MacGuineas, Presiden Committee for a Responsible Federal Budget, menyebut ekonomi mungkin terlihat tumbuh cepat dalam jangka pendek.
Namun, pertumbuhan ini berisiko menciptakan masalah struktural yang serius di masa depan, termasuk potensi krisis utang dan inflasi tinggi.
Sementara itu, sejumlah analis pasar melihat sisi lain dari kebijakan ini. Ranjay Singh, analis crypto, menyatakan bahwa peningkatan utang negara seringkali diikuti dengan pencetakan uang baru oleh bank sentral.
Dalam jangka panjang, hal ini bisa menjadi katalis positif bagi Bitcoin, yang jumlahnya terbatas dan tidak bisa dicetak sembarangan seperti mata uang fiat.
CEO deVere Group, Nigel Green, juga menegaskan bahwa pasar sudah mulai bereaksi.
Imbal hasil obligasi jangka panjang naik, begitu pula harga emas dan minyak indikasi awal bahwa investor mulai mencari lindung nilai dari inflasi.
Bitcoin pun ikut menguat karena kekhawatiran terhadap menurunnya nilai dolar AS.
Baca Juga:JPMorgan Pangkas Proyeksi Pasar Stablecoin ke US$500 Miliar pada 2028Dompet Era Satoshi Pindahkan US$8,6 Miliar, Ahli Curiga Ada Pembobolan
Meski jangka pendeknya bisa bergejolak, banyak pengamat yakin kebijakan ini justru memperkuat daya tarik Bitcoin sebagai aset pelindung nilai. (*)