CIREBON,RAKCER.ID – Dunia pendidikan di Kota Cirebon sedang menghadapi tantangan serius, terutama di sektor sekolah swasta.
Minimnya jumlah pendaftar siswa baru dan rendahnya kesejahteraan guru membuat sejumlah sekolah swasta terancam tutup, atau setidaknya mengalami penurunan kualitas layanan pendidikan.
Salah satu sekolah swasta di kawasan Harjamukti, misalnya, hanya menerima 11 orang siswa baru untuk tahun ajaran 2025/2026.
Baca Juga:Cikeusal Krisis Air Bersih Akibat 40 Tahun Tambang SemenTangis Haru Sambut Jenazah Tasmi, PMI Cirebon yang Meninggal di Malaysia
Jumlah ini jauh dari ideal dan menyulitkan pengelola sekolah untuk membiayai operasional, termasuk menggaji para guru dan tenaga kependidikan.
Simak Ulasan Lengkap Tentang Guru Swasta Cirebon Bertahan dalam Keterbatasan
Ironisnya, para guru swasta yang tetap mengajar di tengah krisis ini hanya menerima honor sekitar Rp300 ribu per bulan.
Jumlah itu bahkan lebih rendah dari upah minimum harian di Kota Cirebon. Sebagian besar guru tetap bertahan karena rasa tanggung jawab terhadap siswa, meski pengorbanan pribadi dan keluarganya sangat besar.
“Kalau bukan karena niat ingin mengabdi, mungkin kami sudah berhenti. Tapi anak-anak tetap butuh belajar, dan kami tidak bisa meninggalkan mereka begitu saja,” ujar Sri Wahyuni, guru Bahasa Indonesia di salah satu SMP swasta Cirebon.
Faktor utama yang menyebabkan rendahnya jumlah pendaftar adalah menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap sekolah swasta kecil dan menengah, terutama sejak pandemi COVID-19.
Banyak orang tua lebih memilih menyekolahkan anak ke sekolah negeri atau lembaga besar yang dianggap lebih stabil secara finansial dan akademik.
Tak hanya itu, krisis ekonomi keluarga pasca-pandemi dan naiknya biaya hidup juga memengaruhi kemampuan orang tua untuk membayar biaya pendidikan di sekolah swasta.
Baca Juga:Cifest 2025: Langkah Nyata Cirebon Dorong UMKM dan Ekonomi KreatifTragedi Gunung Kuda Saat Tambang Mengorbankan Nyawa
Pemerintah Kota Cirebon melalui Dinas Pendidikan menyatakan keprihatinannya terhadap situasi ini.
Namun, dukungan langsung terhadap sekolah swasta sering kali terbatas karena alokasi anggaran pendidikan lebih diprioritaskan ke sekolah negeri.
“Sekolah swasta memang secara formal berdiri mandiri, tapi dalam praktiknya banyak yang justru melayani siswa dari kalangan kurang mampu. Ini harus dipertimbangkan dalam kebijakan pemerintah daerah,” ujar Ahmad Rohimin, pengamat pendidikan dari Universitas Muhammadiyah Cirebon.