Contohnya adalah Apple. Mereka menjual iPhone, dan saat penjualannya laku, aset perusahaan meningkat dan kas bertambah. Dengan kas tersebut, mereka membangun lebih banyak Apple Store dan menjual lebih banyak iPhone.
Dari keuntungan tersebut, mereka menginvestasikan kembali ke bagian riset dan pengembangan (R&D), yang kemudian menghasilkan produk baru seperti Apple Watch, bahkan Apple Watch Ultra. Ini menciptakan siklus berkelanjutan yang menghasilkan laba dan menarik investor lebih banyak lagi.
Saham Apple pun terus naik karena fundamental dan manajemen perusahaannya baik. Namun, mungkin kalian bertanya-tanya, kenapa perusahaan yang sudah untung besar masih menerbitkan saham?
Baca Juga:Ahmad Luthfi Jadikan Desa Penggarit Sebagai Role Model Pengelolaan Sampah Berbasis DesaBank bjb Tumbuh Positif di Tengah Tantangan, Cetak Laba Rp606 Miliar pada Triwulan I 2025
Jawabannya adalah untuk mendapatkan tambahan modal. Biasanya, perusahaan membutuhkan modal untuk ekspansi. Konsep ini penting untuk dipahami oleh investor.
Pada dasarnya, aset yang kita miliki bisa berasal dari dua hal, yaitu dengan memberikan utang kepada orang lain atau bekerja sama dengan mereka. Maksudnya, perusahaan bisa mendapatkan modal dengan cara berutang (melalui obligasi) atau menjual sebagian kepemilikan bisnisnya dalam bentuk saham.
Jika perusahaan berutang, maka mereka wajib membayar kembali. Namun jika melalui saham, maka mereka mengajak kita untuk bekerja sama: jika untung, hasil dibagi, jika rugi, ditanggung bersama. Itulah esensi dari saham.
Semua produk investasi dapat dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu produk utang dan produk ekuitas (saham). Produk utang bisa berupa peer-to-peer lending, obligasi negara, ORI, atau SBN. Sedangkan produk ekuitas adalah bentuk kerja sama dalam kepemilikan perusahaan.
Jadi, perusahaan menerbitkan saham untuk menambah modal ekspansi bisnis. Sekarang, kita sudah membahas dasar-dasarnya. Lalu, bagaimana cara kita mulai berinvestasi di saham?
Langkah awalnya adalah memilih sekuritas. Kenapa harus lewat sekuritas? Gampangnya, ini seperti kita beli baju. Kalau kita mau beli baju Zara, kita beli di tokonya, bukan di mal-nya.
Saham juga begitu. Saham diperjualbelikan di Bursa Efek Indonesia, tapi kita tidak bisa beli langsung di sana. Kita harus beli lewat “toko”-nya, yaitu sekuritas.
Baca Juga:Polda Jabar Dalami kasus Dugaan Korupsi Dana Hibah untuk Lembaga Keagamaan di TasikmalayaPaguyuban Silihwangi Gelar Gerakan Penghijauan
Ada banyak sekuritas di Indonesia. Saya sarankan pilih yang besar dan bereputasi baik, seperti Mirae Asset atau Indo Premier. Keduanya punya volume transaksi yang tinggi dan track record yang baik.