Cara Memahami Saham untuk Pemula Dalam 30 Menit, Simak Yuk Penjelasannya

Cara Memahami Saham untuk Pemula Dalam 30 Menit
Grafik Index Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan kenaikan harga saham. Foto: tangkapan layar @TradingView/rakcer.id
0 Komentar

Analogi sederhananya begini: kalian punya rumah seharga Rp1 miliar. Tapi Mr. Market ini datang, kadang menawar rumah kalian Rp700 juta, kadang Rp1,1 miliar, lalu besoknya bilang Rp600 juta, lalu naik lagi ke Rp1,3 miliar.

Begitu juga saham. Harga saham bisa naik-turun secara emosional, bukan selalu logis. Tapi kalau Mr. Market tiba-tiba menawarkan harga tinggi, ya kita jual saja.

Jadi, saham adalah bisnis nyata, dan Mr. Market itu hanya agen properti yang menawarkan harga. Jangan terpancing emosinya. Ingat, dia selalu bergoyang antara rasa takut (fear) dan keserakahan (greed).

Baca Juga:Ahmad Luthfi Jadikan Desa Penggarit Sebagai Role Model Pengelolaan Sampah Berbasis DesaBank bjb Tumbuh Positif di Tengah Tantangan, Cetak Laba Rp606 Miliar pada Triwulan I 2025

Contoh nyata adalah saat saham BNI turun ke harga Rp4.660 dari sebelumnya hampir Rp10.000. Banyak orang panik, berpikir akan turun terus ke Rp3.000 atau Rp2.000.

Tapi justru saat itulah saya beli. Karena saya tahu nilai intrinsiknya ada di sekitar Rp9.000. Sekarang harga sahamnya sudah kembali naik ke Rp9.000 lebih.

Pasar saham memang selalu bergerak seperti pendulum antara rasa takut dan serakah. Maka dari itu, ikuti nasihat Warren Buffett: “Be fearful when others are greedy, and greedy when others are fearful.”

Jadi, saat semua orang takut, kita beli. Saat semua orang serakah dan euforia, kita jual.

Inilah inti dari strategi value investing. Kita membeli saham-saham yang sedang diskon, atau berada di bawah nilai intrinsiknya. Ibaratnya, beli mobil Ferrari tapi harganya seperti Mercy. Murah? Ya kita beli.

Contohnya saat harga BNI Rp4.660, padahal nilai wajarnya Rp9.000. Jarak antara harga pasar dan nilai wajar itu disebut sebagai “margin of safety”. Jadi, semakin besar gap-nya, semakin besar juga potensi keuntungannya.

Kalau saham sudah naik terlalu tinggi dan mendekati nilai wajarnya, maka kita mulai pertimbangkan untuk jual. Tapi kalau turunnya dalam dan jauh di bawah nilai wajar, saat itulah kita beli.

Baca Juga:Polda Jabar Dalami kasus Dugaan Korupsi Dana Hibah untuk Lembaga Keagamaan di TasikmalayaPaguyuban Silihwangi Gelar Gerakan Penghijauan

Konsep ini disebut margin of safety, dan merupakan prinsip paling penting dalam value investing menurut Benjamin Graham. Intinya, jangan beli saham hanya karena ikut-ikutan. Belilah saat memang layak, dan harga sedang jauh di bawah nilai seharusnya.

0 Komentar