Skema fractional reserve berarti bank hanya menyimpan sebagian kecil dari total dana nasabah secara tunai, sementara sisanya dipinjamkan atau diinvestasikan. Hal inilah yang terjadi di FTX. Ketika orang-orang mulai menarik dana mereka secara bersamaan karena takut akan dampak dari penurunan harga FTT, FTX tidak mampu memenuhi permintaan tersebut.
Masalah utamanya adalah FTX tidak benar-benar menyimpan aset seperti Bitcoin atau Ethereum yang dibeli pengguna. Aset-aset itu, dalam kenyataannya, telah dialihkan ke Alameda Research untuk diputar dalam aktivitas trading mereka. Jadi, ketika pengguna ingin menarik Bitcoin mereka, sebenarnya Bitcoin tersebut tidak pernah ada di sistem FTX.
Saat buku keuangan FTX dibuka, terlihat bahwa mereka tidak memiliki Bitcoin atau Ethereum dalam jumlah sesuai dengan klaim pengguna. Sebagian besar aset yang dimiliki adalah token Solana dan token buatan mereka sendiri, seperti FTT. Hal ini menyebabkan kemarahan besar dari pengguna karena merasa ditipu, hingga akhirnya proses penarikan dana (withdrawal) dibekukan.
Baca Juga:Cara Memahami Saham untuk Pemula Dalam 30 Menit, Simak Yuk PenjelasannyaAhmad Luthfi Jadikan Desa Penggarit Sebagai Role Model Pengelolaan Sampah Berbasis Desa
Beberapa pengguna bahkan terbang langsung ke Bahama untuk menemui langsung pihak FTX dan meminta uang mereka kembali. Kondisi ini menunjukkan bahwa tata kelola perusahaan (corporate governance) di FTX sangat buruk dan tidak transparan.
Namun, ada sisi positif dari kehancuran FTX ini bagi dunia crypto secara keseluruhan. Industri crypto menjadi terdorong untuk meningkatkan transparansi. Contohnya, beberapa exchange kini mulai menunjukkan “proof of reserve” atau bukti cadangan, serta menggunakan teknologi seperti Merkle Tree untuk membuktikan bahwa dana pengguna benar-benar disimpan dan tersedia.
Adapun spekulasi pribadi mengenai mengapa FTX terlalu banyak terlibat dalam token FTT, kemungkinan besar berkaitan dengan keruntuhan Three Arrows Capital (3AC) dan proyek Luna. Alameda terkena dampak besar dari kehancuran tersebut dan harus disubsidi oleh FTX. Untuk menutup kerugian, mereka menggunakan dana pengguna FTX untuk membeli FTT, yang akhirnya memperburuk keadaan.
Hal ini membentuk skema seperti penipuan, karena pengguna membeli Bitcoin dan Ethereum namun dana mereka digunakan untuk menyuntik token buatan sendiri. Akibatnya, FTX memiliki lubang keuangan sebesar 8 miliar dolar AS. Ketika situasi tidak bisa dikendalikan lagi, Sam Bankman-Fried (SBF) mengajukan permohonan kebangkrutan (Chapter 11 Filing) di Amerika Serikat.