CIREBON, RAKCER.ID – Anak yang berprestasi sering jadi kebanggaan keluarga.
Mereka dipuji, dijadikan contoh, dan diandalkan untuk banyak hal. Tapi, tahukah kamu?
Terlalu sering mengangkat anak sebagai “yang terbaik” bisa menimbulkan tekanan psikologis yang tak terlihat.
Fenomena ini dikenal sebagai golden child syndrome, atau sindrom anak emas.
Baca Juga:5 Rekomendasi Buku Edukasi Terbaik untuk Anak Tahun 20257 Tips Keamanan Digital untuk Anak-Anak di Era Digital
Meski terlihat istimewa, anak yang mengalami ini justru bisa merasa terjebak dalam ekspektasi tinggi yang terus-menerus.
Apa Itu Golden Child Syndrome?
Golden child syndrome adalah kondisi saat orangtua menaruh harapan besar pada satu anak, seolah-olah dia harus selalu sukses, sempurna, dan tidak boleh gagal.
Anak ini dianggap sebagai “cermin” keluarga, dan sering kali hanya mendapat kasih sayang jika berhasil memenuhi standar yang ditetapkan.
Alih-alih merasa dicintai tanpa syarat, anak bisa tumbuh dengan rasa tertekan dan takut gagal.
Mereka cenderung berusaha keras untuk memenuhi harapan, bukan untuk diri sendiri, tapi untuk mendapatkan validasi dari orangtua.
Tanda-Tanda Anak Mengalami Golden Child Syndrome
Beberapa tanda umum yang bisa dikenali:
1. Terlalu perfeksionis dan takut melakukan kesalahan
2. Sulit mengungkapkan emosi negatif
3. Merasa bersalah jika gagal
4. Selalu haus pujian dan pengakuan
5. Tidak nyaman menunjukkan sisi lemah atau meminta bantuan
Anak-anak ini mungkin terlihat “dewasa” atau “kuat”, tapi di balik itu mereka bisa menyimpan tekanan besar yang tak mereka pahami.
Penyebab Golden Child Syndrome
Sindrom ini bisa muncul dari:
1. Pola asuh yang terlalu menuntut
Orangtua yang ingin “menebus” kegagalan masa lalu lewat anak
2. Budaya kompetisi dan standar sosial yang tinggi
Kurangnya ruang bagi anak untuk jadi dirinya sendiri
Orangtua mungkin tidak sadar sedang membentuk anak emas.
Baca Juga:5 Cara Sederhana Menerapkan Digital Parenting di RumahScroll, Ngasuh, Repeat? Saatnya Ibu Muda Melek Digital Parenting!
Tapi saat cinta dan pujian hanya diberikan saat anak berprestasi, anak bisa merasa dirinya hanya berharga jika memenuhi ekspektasi.
Dampak Jangka Panjang pada Anak
Ketika dewasa, anak yang tumbuh sebagai golden child bisa kehilangan arah.
Mereka kesulitan mengambil keputusan sendiri, cemas berlebihan, atau merasa tidak cukup baik jika tidak sempurna.
Bahkan, mereka bisa mengalami kelelahan mental (burnout), depresi, atau kehilangan identitas diri.