Tradisi Rabu Wekasan di Keraton Kacirebonan, Warisan Para Wali yang Tetap Lestari

Tradisi Rabu Wekasan di Keraton Kacirebonan, Warisan Para Wali yang Tetap Lestari
Ratusan Warga antusias mengikuti Tradisi Rabu Wekasan di Keraton Kacirebonan. FOTO: ISTIMEWA/RAKCER.ID
0 Komentar

CIREBON, RAKCER.ID – Ratusan warga Cirebon meriahkan acara tradisi Rabu Wekasan di halaman Bangsal Prabayaksa Keraton Kacirebonan.

Hal ini disambut baik oleh, Sultan Keraton Kacirebonan IX Pangeran Raja Abdulgani Natadiningrat, karena pentingnya pelestarian tradisi budaya yang diwariskan para leluhur, termasuk peringatan Rabu Wekasan yang jatuh di bulan Sapar (Safar) dalam penanggalan Hijriah.

Rabu Wekasan dikenal sebagai hari terakhir di bulan Sapar, yang menurut kepercayaan sebagian umat Islam dan masyarakat Jawa, diyakini sebagai waktu rawan terjadinya musibah. Untuk itu, berbagai tradisi dilakukan sebagai bentuk ikhtiar menolak bala dan memperkuat spiritualitas masyarakat.

Baca Juga:Gempa Bumi Bermagnitudo 4,9 Guncang Bekasi, Getarannya Terasa hingga Kota CirebonKapolda Jabar Kunjungi Polres Cirebon Kota, Tekankan Profesionalisme dan Dukung Program Pemerintah

“Di Keraton Kacirebonan, tradisinya sangat lengkap. Dimulai dengan salat berjamaah, salat tolak bala, lalu dilanjutkan dengan selamatan apeman,” ujar Sultan Abdulgani.

Ngapem atau sedekah apem, dijelaskan beliau, merupakan bentuk sedekah simbolis yang bermakna permohonan ampun kepada Tuhan agar terhindar dari berbagai bencana.

Kata “apem” dalam istilah tersebut diartikan sebagai simbol harapan atau ampunan agar segala doa dan sedekah tersebut ‘mengampuni’ dan sampai kepada Allah SWT.

Selain apem, tradisi Tawurji juga dijalankan. Ditambahkan Abdulgani, tradisi ini menjadi sarana untuk menumbuhkan rasa kebersamaan antar warga serta menjadi simbol penolakan bala secara kolektif.

Sultan Abdul Gani menegaskan bahwa tradisi ini sudah ada sejak zaman para wali.

“Tradisi ini sejak zaman para wali, yang selalu mengajarkan dengan simbolisasi seperti panjang jimat, atau penggunaan benda-benda tertentu sebagai kiasan makna keimanan,” tambahnya.

Meski zaman telah berubah, Abdulgani menegaskan bahwa budaya harus tetap dilestarikan sebagai akar jati diri bangsa.

Menurutnya, Keraton adalah benteng terakhir pelestarian budaya dan tradisi.

Baca Juga:Tawuran Konten Kembali di Kota Cirebon Kembali Terjadi, 1 Orang Diamankan PolisiAksi Brutal Tawuran Konten di Kota Cirebon: Satu Tewas, Polisi Masih Selidiki

“Ini masuk dalam konteks kekinian. Sedekah juga bisa menjadi bentuk sosial yang membangun keharmonisan antar sesama. Filosofi tradisi seperti ini tetap relevan sepanjang masa,” ujarnya.

Harapan ke depan, lanjut Abdulgani, tradisi Rabu Wekasan akan terus dijalankan oleh Keraton dan masyarakat, bukan sekadar ritual, tetapi sebagai sarana memperkuat ketakwaan dan keyakinan kepada Allah SWT.

0 Komentar