CIREBON, RAKCER.ID – Di era internet, sebuah video bisa saja dibuat di India, lalu ditonton jutaan kali di Brazil, dibagikan di Malaysia, dan menjadi meme di Indonesia. Fenomena konten viral lintas negara ini menunjukkan betapa kecilnya dunia digital.
Fenomena konten viral lintas negara ini memunculkan pertanyaan menarik: apakah humor itu universal? Apakah hal yang membuat orang tertawa di Tokyo juga bisa membuat orang tertawa di London?
Bahasa Tawa yang Sama
Beberapa jenis humor memang memiliki kemampuan untuk melampaui batasan budaya dan bahasa. Humor ini sering kali berakar pada hal-hal yang universal dalam pengalaman manusia.
Baca Juga:Etika Berkomentar di Media Sosial: Batas Antara Kritik dan BullyingEksperimen Sosial di Youtube: Edukasi, Hiburan, atau Eksploitasi?
- Kejutan Fisik (Slapstick): Komedi fisik, seperti terpeleset, jatuh, atau tingkah laku yang canggung, adalah salah satu bentuk humor paling kuno dan paling universal. Tawa yang dihasilkan tidak memerlukan pemahaman dialog atau konteks budaya. Contoh klasiknya adalah Charlie Chaplin atau Mr. Bean, yang humornya bisa dimengerti di mana saja.
- Ironi dan Situasi Konyol: Situasi di mana ekspektasi tidak sesuai dengan kenyataan, atau momen-momen yang absurd, sering kali juga dapat menular secara global. Video kucing yang tiba-tiba melompat dengan panik, atau seseorang yang secara tidak sengaja merusak kue saat mencoba mengambilnya, adalah contoh-contoh yang bisa membuat siapa pun tersenyum.
- Mimik Wajah dan Ekspresi Emosi: Wajah dan ekspresi emosi merupakan bahasa universal. Video yang menampilkan ekspresi kaget, terkejut, atau bingung yang berlebihan dapat menciptakan tawa tanpa perlu dialog.
Batasan yang Memisahkan
Di sisi lain, banyak sekali humor yang sangat terikat pada budaya, sejarah, atau bahasa tertentu, sehingga sulit dipahami oleh audiens global.
- Humor Berbasis Bahasa (Puns & Sarcasm): Lelucon yang mengandalkan permainan kata atau sindiran sering kali kehilangan maknanya saat diterjemahkan. Puns (plesetan kata) hanya bisa dipahami oleh penutur bahasa aslinya.
- Referensi Budaya dan Sejarah: Humor yang merujuk pada tokoh politik, acara TV populer di suatu negara, atau kejadian sejarah tertentu akan sulit dipahami oleh orang luar. Meme yang menyindir suatu kebijakan pemerintah di Indonesia, misalnya, mungkin tidak akan relevan bagi orang di Eropa.
- Tabu dan Nilai Sosial: Apa yang dianggap lucu atau tabu sangat bervariasi dari satu budaya ke budaya lain. Lelucon tentang kematian, agama, atau gender mungkin diterima di suatu tempat, tetapi dianggap sangat menyinggung di tempat lain.