Media Sosial sebagai Jembatan atau Hambatan?
Algoritma media sosial berperan besar dalam menyebarkan humor lintas negara. Platform seperti TikTok dan YouTube mendorong konten yang menarik secara visual dan cepat, yang secara tidak langsung mendukung humor universal (visual). Tren seperti tantangan menari atau reaksi berlebihan cenderung lebih mudah menular karena minimnya hambatan bahasa.
Namun, di saat yang sama, media sosial juga menciptakan “gelembung” budaya. Algoritma cenderung menyajikan konten yang mirip dengan yang sudah sering kita tonton, sehingga kita mungkin tidak terpapar pada jenis humor yang berbeda. Ini bisa membuat kita merasa bahwa selera humor kita adalah yang paling umum, padahal kenyataannya tidak demikian.
Kesimpulannya, humor bukanlah sebuah entitas tunggal yang dapat digeneralisasi. Humor adalah spektrum yang luas, dari yang paling universal hingga yang paling spesifik.
Baca Juga:Etika Berkomentar di Media Sosial: Batas Antara Kritik dan BullyingEksperimen Sosial di Youtube: Edukasi, Hiburan, atau Eksploitasi?
Meskipun tawa atas humor fisik atau situasi konyol bisa menyatukan kita, humor yang lebih kompleks tetap menjadi cerminan dari identitas budaya kita masing-masing. Konten viral lintas negara mengajarkan kita bahwa tawa bisa menjadi bahasa universal, tetapi bahasa itu memiliki banyak dialek.