Jatuh Tujuh Kali, Bangkit Delapan Kali: Filosofi Parenting Ala Jepang

Jatuh Tujuh Kali, Bangkit Delapan Kali: Filosofi Parenting Jepang untuk Membangun Anak Tangguh
Filosofi parenting ala Jepang. Foto: Pinterest/rakcer.id
0 Komentar

CIREBON, RAKCER.ID – Membesarkan anak di era modern bukan perkara mudah. Orang tua dituntut tidak hanya mencerdaskan secara akademis, tetapi juga membentuk karakter yang kuat agar anak mampu menghadapi tantangan hidup.

Banyak yang kemudian bertanya, bagaimana caranya agar anak tumbuh cerdas sekaligus tangguh secara mental dan emosional?

Salah satu inspirasi menarik datang dari Jepang. Negara ini memiliki filosofi pengasuhan yang sederhana namun penuh makna Nana korobi ya oki atau “jatuh tujuh kali, bangkit delapan kali.”

Baca Juga:Terungkap! Pola Asuh Terlalu Protektif Bisa Kurangi Usia Harapan Hidup AnakGlider Parenting vs Helicopter Parenting, Mana yang Lebih Baik untuk Anak?

Pepatah ini mengajarkan bahwa kegagalan bukan akhir dari segalanya, melainkan bagian penting dari proses belajar.

Anak-anak di Jepang dididik dengan semangat ganbaru, yaitu berusaha sekuat tenaga meskipun menghadapi kesulitan.

Fokusnya bukan pada bakat atau keberuntungan, tetapi pada ketekunan dan kerja keras. Dengan begitu, anak terbiasa untuk tidak mudah menyerah.

Menariknya, orang tua di Jepang lebih sering memberi semangat dengan kata “Ganbatte!” yang berarti “lakukan yang terbaik,” bukan “Good luck.”

Bedanya, anak jadi lebih menghargai usaha dibanding hasil akhir. Kalimat seperti “Kamu pintar” biasanya diganti menjadi “Kamu sudah bekerja keras ya.” Dengan cara ini, anak belajar bahwa usaha yang konsisten lebih penting daripada sekadar hasil instan.

Filosofi ini juga tercermin dalam simbol Daruma, boneka bulat yang selalu bangkit meski dijatuhkan. Daruma menjadi pengingat bahwa jatuh berkali-kali tidak masalah, asalkan selalu mau bangkit kembali.

Tradisi Jepang bahkan mengajarkan anak untuk merenung melalui konsep hansei, yakni mengevaluasi diri setelah gagal agar bisa melangkah lebih baik di masa depan.

Baca Juga:Anak Gen Alpha Lebih Pilih YouTube daripada TV, Para Orang Tua Harus Waspada!9 Tanda Kamu Punya “Toxic Sister”, Hati-Hati Bisa Bikin Luka Batin!

Lalu bagaimana menerapkannya dalam keseharian? Orang tua bisa mulai dengan membiasakan anak mandiri sejak kecil.

Misalnya merapikan mainan sendiri, membawa bekal ke sekolah, atau mencoba tugas sederhana tanpa selalu dibantu.

Saat anak gagal, beri motivasi dengan kalimat seperti “Belum bisa sekarang, tapi kita coba lagi ya.”

Dengan kebiasaan ini, anak belajar bahwa kegagalan bukan sesuatu yang harus ditakuti.

0 Komentar