Pro dan Kontra di Masyarakat
Langkah Solo memanfaatkan Roblox untuk ekstrakurikuler menuai pro dan kontra.
Pihak pendukung berpendapat bahwa melarang Roblox bukan solusi, justru lebih baik membimbing siswa menggunakan platform tersebut secara positif. Dengan cara ini, anak-anak bisa diarahkan untuk belajar teknologi, bukan sekadar bermain.
Pihak yang menolak menilai kebijakan itu terlalu berisiko. Mereka khawatir siswa akan lebih banyak bermain daripada belajar, serta terpapar konten berbahaya jika pengawasan tidak dilakukan dengan ketat.
Baca Juga:Kenapa Polytron Fox-R Menggunakan Sistem Langganan untuk Baterai?
Debat ini pun menjadi refleksi dari dilema yang lebih besar: bagaimana Indonesia seharusnya bersikap terhadap platform digital global yang punya dampak ganda, antara hiburan dan potensi masalah.
Tantangan Regulasi
Kasus Roblox menyoroti pentingnya regulasi digital yang jelas di Indonesia. Pemerintah tidak bisa hanya melihat dari sisi negatif atau positif saja. Diperlukan kebijakan seimbang: membatasi konten berbahaya sekaligus membuka ruang bagi pemanfaatan teknologi untuk pendidikan.
Kolaborasi antara pemerintah, sekolah, orang tua, dan penyedia platform menjadi kunci. Tanpa pengawasan bersama, upaya menjadikan Roblox sebagai sarana edukasi bisa saja gagal dan justru menambah masalah baru.
Kontroversi Roblox di Indonesia mencerminkan tantangan zaman digital. Di satu sisi, platform ini dianggap bermasalah karena kontennya yang tidak sepenuhnya ramah anak. Namun, di sisi lain, Roblox juga membuka peluang besar untuk mengembangkan kreativitas dan keterampilan teknologi generasi muda.
Langkah Solo menjadikan Roblox sebagai ekstrakurikuler menunjukkan pendekatan berbeda yang lebih progresif. Pertanyaannya kini, apakah Indonesia siap memanfaatkan potensi positif Roblox sambil tetap mengantisipasi risikonya?