Kabar baiknya, masyarakat jadi lebih mudah saat berganti HP atau membeli perangkat baru karena tidak perlu lagi membeli charger khusus. Namun, konsumen tetap harus hati-hati memilih kabel yang sesuai standar agar tidak merusak perangkat.
Sisi Ekonomi dan Lingkungan
Adopsi USB-C universal juga membantu menekan biaya produksi karena produsen tidak perlu membuat charger berbeda untuk tiap produk. Dari sisi lingkungan, pengurangan limbah elektronik jadi dampak paling positif.
Uni Eropa memperkirakan aturan ini bisa menghemat hingga 11.000 ton sampah elektronik per tahun, jumlah yang sangat signifikan. Jika tren ini diikuti global, termasuk Asia Tenggara, manfaatnya akan semakin besar.
Baca Juga:Penghemat Daya Android 2025: AI Bikin HP Sehari Full Charge Jadi KenyataanKamera Under-Display Terbaru: Layar Makin Polos, Hasil Jepretan Tetap Tajam?
Masa Depan USB-C
Meski USB-C kini jadi standar, teknologi tidak berhenti berkembang. Dalam beberapa tahun ke depan, kemungkinan muncul standar baru dengan kecepatan lebih tinggi dan efisiensi daya lebih baik. Namun, dengan adopsi yang luas, USB-C diprediksi akan bertahan sebagai standar global minimal 5–10 tahun ke depan.
Bahkan, ada prediksi kalau ke depan banyak perangkat tidak lagi memakai port fisik karena teknologi wireless charging dan transfer data nirkabel semakin matang. Jika itu terjadi, USB-C mungkin akan menjadi “kabel terakhir” yang benar-benar universal.
Penetapan USB-C sebagai port universal adalah langkah besar dalam dunia teknologi. Konsumen bisa menikmati kemudahan dengan satu kabel untuk semua perangkat, kecepatan transfer data lebih tinggi, dan fast charging lebih stabil.
Meski masih ada tantangan seperti variasi kualitas kabel dan transisi dari standar lama, secara keseluruhan USB-C memberi manfaat lebih besar. Selain memudahkan hidup, juga membantu mengurangi sampah elektronik global.
Singkatnya, USB-C bukan hanya soal kabel—tapi simbol dari era baru teknologi yang lebih praktis, efisien, dan ramah lingkungan.