Fraksi Golkar : Gejlugan Sewu Karya Seni APBD 2023

Fraksi Golkar : Gejlugan Sewu Karya Seni APBD 2023
BERI KRITIK. Perwakilan dari Fraksi Golkar, H Khanafi SH MH menyampaikan pemandangan umum dalam Rapat Paripurna, kemarin. FOTO : ZEZEN ZAENUDIN ALI/RAKCER.ID
0 Komentar

CIREBON, RAKCER.ID – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Cirebon sudah menggelar rapat paripurna pemandangan umum fraksi atas pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2023, Selasa 11 Juni 2024.

Rapat dilaksanakan di Ruang Abhimata Paripurna DPRD Kabupaten Cirebon yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD, Teguh Rusiana Merdeka dengan dihadiri unsur pimpinan dan anggota DPRD, Penjabat Bupati Cirebon, Drs H Wahyu Mijaya SH MSi serta jajaran Forkopimda dan sejumlah birokrat lainnya.

Meski Penjabat (Pj) Bupatinya belum genap sebulan menjabat, legislatif tak sungkan menyampaikan kritik atas pertanggungjawaban yang sebelumnya telah dihantarkan.

Baca Juga:Desak Pemda Buka DTKS Imbas Habisnya Kuota UHC BPJS KesehatanDPRD Kabupaten Cirebon Gelar Paripurna Pertanggungjawaban APBD 2023

Salah satu kritiknya itu disampaikan Fraksi Golkar yang menyampaikan bahwa gejlugan sewu dan berbagai fasilitas umum yang bertebaran di tepi jalan. Seperti sampah, gedung sekolah dasar dan madrasah yang tidak terjamah perawatannya.

“Semua itu merupakan hasil karya seni penggunaan APBD Kabupaten Cirebon tahun anggaran 2023 yang nilainya kurang lebih Rp 4 triliun lebih,” ungkap Ketua Fraksi Golkar, Anton Maulana ST MM melalui anggotanya, H Khanafi SH MH.

“Tolong ceritakan kesan saudara penjabat bupati saat melintasi indahnya lubang-lubang di jalan raya,” lanjutnya.

Fraksi Golkar kata Khanafi meminta saudara penjabat bupati untuk tetap teguh memegang amanat sebagai bupati yang akan menghantarkan Kabupaten Cirebon menuju episode baru, melalui serangkaian proses demokrasi pemilihan kepala daerah.

Sementara itu, Ketua Fraksi NasDem, H Munawir SH menyoroti terkait dengan belanja daerah yang dianggarkan senilai Rp 4,439 triliun. Namun realisasinya hanya diangka Rp 4,132 triliun atau sebesar 93,10 persen. Itu menunjukkan masih rendahnya realisasi belanja.

Penyebabnya, selain karena faktor keraguan pemerintah daerah dalam memulai kegiatan akibat perencanaan tidak matang. Juga karena kurangnya pemahaman sumber daya manusianya.

“Yakni penerapan regulasi di bidang pelaksanaan, penatausahaan, akuntansi, dan pelaporan pertanggungjawaban keuangan daerah,” pungkasnya. (*)

0 Komentar