Ini 5 Alasan Korban KDRT Bertahan di Pernikahan Tidak Sehat

Ini 5 Alasan Korban KDRT Bertahan di Pernikahan Tidak Sehat
5 Alasan Korban KDRT Bertahan di Pernikahan Tidak Sehat: 1.    Merasa dalam bahaya dan ketakutan, 2.    Isolasi Sosial, 3.    Rasa malu dan penyangkalan. foto:pinterest/rakcer.id
0 Komentar

CIREBON, RAKCER.ID – Belakangan ini ramai dihebohkan masyarakat terkait kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan istri selebritis Cut Intan Nabila, Armor Toreador.

Isu KDRT mencuat saat Cut Intan Nabila mengunggah video dirinya dianiaya suaminya. Ia juga mengaku suaminya telah berkali-kali selingkuh selama lima tahun pernikahan mereka.

Kisah yang melibatkan Cut Intan pun dengan cepat menjadi viral dan menjadi perbincangan di kalangan netizen. Tak sedikit orang yang kaget saat mengetahui sang selebriti diduga sudah lama menjalin hubungan pernikahan yang Toxic.

Baca Juga:Jangan Tergoda Diskon, Ini 6 Cara Menabung Ala Orang Jepang5  Sifat yang Muncul Akibat Trauma Masa Kecil

Harap diingat bahwa kita tidak dapat menyalahkan korban karena tidak dapat meninggalkan hubungan yang penuh kekerasan.

Memahami mengapa perempuan tetap berada dalam hubungan yang beracun memungkinkan kita untuk mendorong dan memberdayakan perempuan untuk membuat pilihan terbaik bagi diri mereka sendiri sambil meminta pertanggungjawaban pelaku kekerasan atas tindakan mereka.

Menurut beberapa penelitian, ada beberapa alasan mengapa wanita memilih untuk diam ketika hubungan mereka menganiaya mereka.

5 Alasan Korban KDRT Bertahan di Pernikahan Tidak Sehat

1. Merasa dalam bahaya dan ketakutan

Salah satu alasan utama mengapa perempuan korban kekerasan tidak mengungkapkan perilaku pasangannya adalah karena mereka takut akan keselamatannya.

Ketakutan yang dialami perempuan sangatlah nyata, dan ada kemungkinan terjadinya kekerasan setelah perpisahan.

Pada tahun 2018, sekitar 41% (37 dari 91) wanita yang dibunuh oleh pria/mantan pasangannya di Inggris, Wales, dan Irlandia Utara telah berpisah atau berusaha berpisah dari pria yang menyerang mereka.

Sebelas dari 37 perempuan dibunuh dalam bulan pertama setelah perpisahan, sementara 24 orang dibunuh dalam tahun pertama (Sensus Pembunuhan Perempuan, 2020).

Baca Juga:7 Inspirasi Nail Art Tema Hari Kemerdekaan Indonesia5 Kebiasaan Ini Membuat Postur Punggung Bungkuk

2. Isolasi Sosial

Kekerasan dalam rumah tangga sering kali dilakukan dengan cara mengisolasi korbannya. Penyerang berupaya mengisolasi korban dari keluarga dan teman-temannya, sehingga mustahil baginya untuk mencari bantuan.

Pelaku kekerasan sering kali berusaha membatasi kontak pasangannya dengan dunia luar agar pasangannya tidak mengetahui bahwa perilakunya kasar dan tidak bermoral.

Isolasi sosial menyebabkan perempuan menjadi terlalu bergantung pada pacar mereka yang mendominasi.

3. Rasa malu dan penyangkalan

Pelaku kekerasan sering kali sangat disukai di komunitasnya, sehingga sulit bagi orang lain untuk menyadari bahwa dialah pelakunya.

0 Komentar