Menyingkap Akar Politik Paternalistik di Indonesia: Sebuah Tantangan Bagi Demokrasi

Menyingkap Akar Politik Paternalistik di Indonesia: Sebuah Tantangan Bagi Demokrasi Antonius Benny Susetyo
Romo Dr. Antonius Benny Susetyo. FOTO: ISTIMEWA/RAKCER.ID
0 Komentar

Presiden sebagai kepala negara tertinggi harus menjadi teladan dalam hal etika.

Jika pemimpin tertinggi saja tidak patuh pada etika, maka jangan harap para pejabat di bawahnya akan memiliki integritas.

Sistem nilai yang objektif harus diterapkan, sehingga seseorang dipilih berdasarkan kemampuan dan rekam jejaknya, bukan karena kedekatan atau hubungan kekeluargaan.

Implementasi meritokrasi di Indonesia masih menghadapi banyak tantangan.

Baca Juga:Manfaat, Penggunaan, dan Efek Samping Teh Daun Jati Cina yang Banyak Orang Belum MengetahuinyaPenggunaan Etika Media Sosial yang Benar Agar Tidak Viral dan Menjelekkan Nama Baik

Sistem politik paternalistik sering kali menjadi hambatan terbesar. Meskipun meritokrasi digagas dan dipromosikan, praktek di lapangan sering kali berbeda.

Banyak jabatan penting masih diisi oleh orang-orang yang memiliki kedekatan dengan kekuasaan, bukan berdasarkan kemampuan dan prestasi.

Selain itu, budaya patron-klien yang masih kuat dalam masyarakat kita juga menjadi tantangan.

Dalam sistem ini, hubungan antara pemimpin dan rakyat sering kali didasarkan pada kedekatan pribadi dan loyalitas, bukan pada kemampuan dan prestasi.

Untuk mengatasi hal ini, kita perlu mengubah budaya politik dan sosial kita secara menyeluruh. 

Pendidikan memainkan peran penting dalam mengubah budaya politik dan sosial.

Pendidikan harus mengajarkan nilai-nilai etika, integritas, dan meritokrasi sejak dini.

Generasi muda harus diajarkan untuk menghargai prestasi dan kemampuan, bukan kedekatan atau hubungan kekeluargaan.

Pendidikan juga harus menanamkan nilai-nilai demokrasi dan partisipasi aktif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Baca Juga:Akhirnya Pemilik Daycare Depok Jawa Barat Ditangkap Usai Menganiaya Batita di Daycarenya SendiriKekaisaran Romawi Barat yang Menjadi Pusaran Perubahan di Dunia Kuno

Untuk mencabik politik paternalistik, kita harus membangun ekosistem etika yang kuat.

Ini termasuk memiliki lembaga-lembaga etik yang independen dan berwibawa, serta menegakkan standar etika di semua tingkatan kepemimpinan.

Pelanggaran etika harus mendapatkan sanksi yang tegas, baik sanksi sosial maupun sanksi formal.

Hanya dengan demikian kita bisa memastikan bahwa etika dan integritas menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan berbangsa dan bernegara.

Masyarakat sipil juga memainkan peran penting dalam menjaga dan menegakkan etika.

Masyarakat harus kritis dan aktif dalam mengawasi perilaku para pemimpin. Media massa, LSM, dan organisasi masyarakat harus berperan sebagai pengawas yang independen dan berani mengungkap pelanggaran etika.

Masyarakat juga harus diberikan ruang untuk menyampaikan kritik dan protes tanpa takut akan represali.

0 Komentar