Perajin Batik Rentan Kecelakaan Kerja, Pengusaha Diminta Daftarkan Mereka ke BPJS Ketenagakerjaan

Seluruh aktivitas perajin batik tidak luput dari risiko kecelakaan kerja dan kematian mendorong BPJS Ketenagakerjaan menggelar sosialisasi kepada seluruh pekerja di ekosistem batik yang ada di Cirebon.
PERLINDUNGAN. Seluruh aktivitas perajin batik tidak luput dari risiko kecelakaan kerja dan kematian mendorong BPJS Ketenagakerjaan menggelar sosialisasi kepada seluruh pekerja di ekosistem batik yang ada di Cirebon. FOTO: SUWANDI/RAKYAT CIREBON
0 Komentar

RAKCER.IDPerajin batik rentan menemui risiko kecelakaan kerja dalam aktivitasnya sehari-hari. Oleh karena itu, sangat penting bagi mereka untuk masuk dalam daftar BPJS Ketenagakerjaan.
Siapa sangka, pada proses membuat motif batik yang indah dan khas itu, terdapat risiko kecelakaan kerja. Potensi celaka saat memproduksi batik tergolong fatal. Sebab, perajin batik sangat mengandalkan proses manual atau yang dikenal batik tulis.
Canting batik berisi lelehan malam digoreskan ke kain, sesuai pola menggunakan tangan. Pun dengan material lain yang ada di tempat saat memproduksi batik. Mayoritas memunculkan fatalitas risiko untuk perajin batik.
Nah, salah satu desa dengan populasi pengusaha dan perajin batik terbesar di Cirebon, ada di Desa Trusmi Kulon. Di balik kesuksesan Batik Trusmi yang namanya kian dikenal hingga ke mancanegara, terdapat ratusan orang yang setiap harinya menggantungkan hidup sebagai pengusaha maupun perajin batik di kawasan tersebut.
Tentu, seluruh aktivitas mereka tidak luput dari risiko kecelakaan kerja dan kematian. Hal inilah yang mendorong BPJS Ketenagakerjaan menggelar sosialisasi kepada seluruh pekerja di ekosistem batik yang ada di Cirebon.
Direktur Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan, Zainudin bersama Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetyani turun langsung memberikan edukasi. Sekaligus mengajak seluruh pengusaha maupun perajin batik untuk mendaftarkan seluruh pekerja dan dirinya menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Netty mendorong BPJS Ketenagakerjaan untuk terus meningkatkan sosialisasi dan kolaborasi dengan berbagai stakeholder. Agar semakin banyak masyarakat yang memahami besarnya manfaat perlindungan jaminan sosial dan akhirnya mendaftar menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.
“Untuk memperbanyak, memperluas kepesertaan di sektor informal atau Bukan Penerima Upah (BPU), skema yang harus dibangun adalah kolaborasi. Tidak mungkin hanya mengandalkan pegawai BPJS Ketenagakerjaan,” ujarnya.
“Sehingga harus membangun skema kolaborasi dengan melibatkan para kepala desa, tokoh agama, tokoh masyarakat, kemudian juga ketua paguyuban dan memperbanyak agen perisai di desa-desa yang tentu saja membutuhkan informasi yang lengkap tentang BPJAMSOSTEK,” papar Netty.
Semantera itu, Zainudin menjelaskan bahwa hingga akhir Desember 2022 lalu, jumlah pekerja sektor informal atau Bukan Penerima Upah (BPU) yang tercatat sebagai peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan, baru mencapai 14 persen atau sebesar 6 juta pekerja dari total potensi sebanyak 44,4 juta di seluruh Indonesia.

0 Komentar