Platform Global Ikut Cawe-Cawe Dalam Kepentiingan Ekonomi-Politik

Platform Global Ikut Cawe-Cawe Dalam Kepentiingan Ekonomi-Politik
Kalau dari kaca mata geo-ekonomi-politik, platform global tertentu, merepresentasikan kepentingan  yang cendrung monopolistic. FOTO:ISTIMEWA/RAKCER.ID
0 Komentar

Pengguna tak bisa menolak. Seperti kerbau dicocok hidung. Mereka mengambil semua, karena mereka pemenang.

Pemenang mendominasi pasar dan menyerap surplus ekonomi yang porsinya terus membengkak.

Seperti pepatah dalam lagu group musik asal Swedia, Abba, The Winnes Takes it All, tahun 1980-an. Menjurangi dan melebari ketimpangan antara penguasa pasar dan pelaku pasar lainnya.

Baca Juga:Entaskan Masalah Sosial Lansia, KDM Siapkan Gerakan Ibu Asuh di Jawa BaratKDM: Jalan Rusak di Daerah yang Tak Mampu Diperbaiki Kita Ambil Alih

Lihat saja peta belanja iklan digital di Indonesia tahun 2023. iklan pencarian (32 persen/Rp 15,5 triliun), iklan medsos (35 persen/Rp 16,7 triliun), iklan video (14,8 persen/Rp 10,9 triliun). Sekali lagi, penguasanya adalah Google dan Meta. Adakah pajak yang masuk? Tak hanya itu,mereka pun mengoprasikan teknologi periklanan digital yang sulit dihindari pelaku pasar lainnya. Sebut saja DSP (Demand Side Platform), SSP (Supply Side Platform), Ads Servers, Trading Desk, Web Browser, Analytics Software Provider, data provider.

Teknologi-teknologi ini melahirkan mode periklanan programatik. Dimana perusahaan platform bertindak sebagai broker yang menjembatani hubungan antara pengiklan dan media.

Sebagai broker, ”diam-diam” -konon, mereka mengambil porsi bagi-hasil terbesar, diperkirakan sebesar 61-74 persen dari nilai transaksi iklan.

Herannya kita tetap saja bergantung kepada platform digital mengglobal tersebut.

Padahal platform digital yang digunakan di dunia maya tersebut dapat menanamkan, atau bahkan menggantikan, nilai-nilai dari tradisi konstitusional kita.

Kendali atas ideologi, nilai-nilai dasar, mulia dan utama tersebut beralih dan hilang dari kita. Hukum di dunia maya adalah –seperangkat kode – yang menggantikan konstitusi. Ideologinya adalah data dan kode.

Kode dasar Internet menerapkan serangkaian protokol yang disebut TCP/IP (Transmission Control Protocol/Internet Protocol). Protokol ini memungkinkan pertukaran data di antara jaringan yang saling terhubung.

Kode, atau arsitektur ini, menetapkan ketentuan-ketentuan tentang kehidupan di dunia maya.

Baca Juga:BPIP Gandeng Pemkab Klaten Dan Universitas Diponegoro Kuatkan Ideologi PancasilaKomisi II DPR RI Apresiasi dan Dorong Perkuat Kelembagaan BPIP

Kode ini bisa menentukan seberapa mudah melindungi privasi, atau seberapa mudah menyensor ucapan. Namun tak peduli terhadap pengguna data. Kode hanya butuh dan membangun data.

Penerima dan pengguna data, tak akan pernah tahu isi data atau siapa pengirim bit data dalam kehidupan nyata.

0 Komentar