Rumah Tergusur, Belasan Warga Kampung Kebonsari Semarang Minta Tolong Jokowi

Rumah Tergusur, Belasan Warga Kampung Kebonsari Semarang Minta Tolong Jokowi
0 Komentar

Atas dasar dan bukti-bukti serta penjelasan tersebut diatas, dengan ini kami selaku 15 orang warga Jl. Plampitan Kampung Kebonsari RT. 04 RW. 03, Kelurahan Bangunharjo, Kecamatan Semarang Tengah, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, memohon keadilan dan peninjauan kembali perkara kami yang kehilangan tempat tinggal di tanah Negara yang telah kami tempati sejak tahun 1898 – 2016, baik di lapangan maupun dari segi hukum yang berlaku.

Kami terusir dari tempat yang kami tinggali pada tahun 2016 lalu tanpa kompensasi, padahal dulunya moyang kami sejak tahun 1898, menyewa tanah partikelir milik Kokoh Liem Hing Ien di Kampung Kebonsari di Jalan PLampitan Semarang itu, untuk dijadikan tempat tinggal dan moyang kami juga membanguan sendiri rumah-rumah tinggalnya dan kemudian diwariskan kepada kami hingga digusur pada 2016 silam.

Bapak Presiden yang bijaksana, menurut kami banyak kejanggalan dan manipulasi hukum yang sarat dengan KKN sehingga kami terusir dari sana, untuk itulah kami selaku Warga Negara Indonesia yang dilindungi hukum maka kami mohon keadilan serta penyelesaian masalah perampasan atau pengusiran kami dari tanah dan bangunan yang telah kami tempati lebih dari 100 tahun itu, dengan tahu-tahu keluarnya SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangunan ) No. 34 yang sudah mati dan tidak dapat diperpanjang lagi.

Baca Juga:Penyegaran 70 Calon Dosen dan Tutor PPGIAIN Cirebon Tuan Rumah Finalisasi Draft KMA Standar Pelayanan Minimum

Bapak Presiden, kami juga telah melakukan upaya hukum untuk memperjuangkan hak-hak kami,namun keadilan belum berpihak kepada kami sehingga dengan segala kerendahan hati dan atas dasar rasa peri kemanusiaan yang adil dan beradab, kami mohon agar Bapak Presiden mau menaungi kami selaku rakyat Indonesia, karena kami terusir tanpa ganti rugi atas rumah yang diratakan dengan alat berat saat terjadinya eksekusi pada 2016 lalu.Untuk lebih jelasnya, berikut kronologisnya :

  • Pada tahun 1898, moyang kami telah menempati tanah sewa (tanah partikelir) di Kampung Kebonsari di Jl. PLampitan Semarang milik Koh Liem Hing Ien.
  • Beberapa tahun kemudian, karena tanah sewa untuk bangunan itu telah menjadi perkampungan, maka antara tanah perkampungan itu dengan yang ditempati Koh Liem Hing Ien, dibuatkan tembok pembatas (gambar terlampir).
  • Selanjutnya pada tahun 1908, kepemilikan tanah sudah beralih ke pemilik baru yaitu Tan Goen Soei. Pemilik terakhir ini mendirikan sebuah yayasan yang bernama “Societeit Hwa You Hwee1 Wan”, dan kepada yayasan inilah terakhir kami membayar uang sewa.
  • Pada tahun 1958, karena yayasan tersebut terlibat dalam Gerakan G.30.S.PKI (yayasan ekslusif), maka saat itu juga gedung milik yayasan tersebut diambil alih oleh TNI dan dijadikan asrama TNI. Ini jelas menunjukkan bahwa tanah itu adalah tanah negara.
  • Saat TNI membangun asramanya itu, rumah-rumah penduduk/warga tidak diusik atau tidak ada perubahan. Kemudian karena itu sudah menjadi tanah negara, maka sejak tahun 1960an, kami sudah tidak lagi membayar uang sewa kepada yayasan tersebut karena juga sudah tidak ada lagi penagihan terhadap kami, baik dari yayasan itu ataupun dari pihak lainnya.
  • Perihal munculnya SHGB No. 34 atas nama Suwendro (ikut tergugat I) itu, kami tidak mengetahuinya dan jusru kami pertanyakan kenapa tiba-tiba tanah tersebut bisa muncul SHGB itu, padalah warga tidak pernah dimintai persetujuan atau adanya pengukuran tanah untuk keperluan penerbitan SHGB tersebut.
  • Sesuai Pasal 35 UU No. 5 Tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, seharusnya kamilah yang lebih berhak mempunyai SHGB karena moyang kami yang mempunyai bangunan di atas tanah itu.Jika pun seandainya ada SHGB atas nama pihak lain, seharusnya ada persetujuan dari pihak kami selaku pemilik bangunan, hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961, tentang Pendaftaran Tanah.
  • Pada tanggal 24 September 1980, Sertifikat HGB No. 34 itu telah berakhir masa berlakunya dan tidak dapat diperpanjang lagi, serta telah diblokir oleh saudara M. Basri selaku kuasa hukum warga Kampung Kebonsari.
  • Kemudian sebelum SHBG itu diblokir, telah diupayakan pemecahan tanah yang mempunyai luas keseluruhan 7.867 m2 oleh pemilik SHGB No. 34 saudara Suwendro, menjadi 4 bagian yaitu :
0 Komentar