Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual Disahkan, Mana UU Turunannya? Selly: Jangan Kelamaan!

Anggota DPR RI, Selly Andriyani Gantina mempertanyakan turunan dari Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
UU TPKS. Anggota DPR RI, Selly Andriyani Gantina mempertanyakan turunan dari Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). FOTO: ZEZEN ZAENUDIN ALI/RAKCER.ID
0 Komentar

CIREBON, RAKCER.ID – Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) sudah lama disahkan. Namun hingga kini, turunannya belum juga diterbitkan. Padahal, banyak dari korban kekerasan seksual meminta kejelasan dari negara.

Apakah UU ini, memberikan kepastian terhadap para korban. Anggota DPR RI, Hj Selly Andiyani Gantina saat menggelar sosialisasi UU TPKS di salah satu hotel di Cirebon, menegaskan kepastian itu sudah tertera di dalam UU.

“Dalam UU TPKS memang ada. Tapi memang turunan dari UU ini sampai detik ini yang dijanjikan 3 bulan setelah diundangkan, ternyata belum turun,” kata Selly, Jumat (11/8/2023).

Baca Juga:Blanko E-KTP di Kabupaten Cirebon Langka, Identitas Kependudukan Digital Tak LakuRAPBD Kabupaten Cirebon Tahun 2024 Tembus Rp3,8 Triliun, Apa Sasaran Pembangunannya?

Sehingga, DPR RI pun kata politisi PDI Perjuangan ini, harus kembali mendorong agar turunan dari UU itu, segera diterbitkan.

“Ya jangan kelamaan. Supaya APH maupun pejabat di Kementrian lainnya bisa betul-betul mengimplementasikan dari UU TPKS ini,” tegasnya.

“Karena banyak anak korban kekerasan seksual yang ingin melanjutkan pendidikan, status mereka harus jelas. Mereka kan harus bersekolah kembali,” lanjutnya.

Kemudian lanjut mantan Bupati Cirebon ini, penanganan dari segi kesehatannya bagaimana, keterlibatan pihak rumah sakit seperti apa, serta keterlibatan tenaga psikolog dalam menangani korban-korban kekerasan seksual.

“Artinya kan Kemenkes juga harus punya payung hukumnya,” kata Selly.

Selain itu, dari Aparat Penegak Hukum (APH) seperti Kejaksaan, dan Kepolisian. Di instansi mereka lanjut Selly, juga harus sesegera mungkin menganggarkan di Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) masing-masing untuk melakukan pelatihan kepada para aparatnya.

Agar personil aparat di lingkungan APH masing-masing memahami bagaimana menangani korban kekerasan seksual. “Mereka itu kan korban, jangan sampai diperlakukan seperti pelaku. Nah ini juga PR kita,” paparnya.

Sementara itu, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan dan Anak Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) Republik Indonesia, Agus Wiryanto menjelaskan UU No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual ini khusus. Ada beberapa terobosan atau aturan yang diatur terkait dengan tindak pidana kekerasan seksual.

Baca Juga:DPRD Kabupaten Cirebon Murka, 3 Kali Dipanggil, Sekda Selalu MangkirGREGETAN: DPRD Kabupaten Cirebon Desak Dinas Kesehatan Perhatikan Layanan Posyandu

“Ada kualifikasi jenis kekerasan seksual. Setidaknya ada 9 jenis. Yaitu kekerasan seksual non fisik dan kekerasan seksual fisik. Termasuk pemaksaan kontrasepsi dan pemaksaan perkawinan, pelecehan seksual perbudakan seksual dan tekanan seksual berbasis elektronik,” ungkapnya.

0 Komentar