RAKCER.ID – Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) secara resmi melaporkan aduan 20 WNI (Warga Negara Indonesia) yang disekap di Myanmar.
Laporan terkait dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang melibatkan 20 WNI tersebut salah satunya kepada Komnas HAM.
Berdasarkan rilis yang diterima ralkcer.id, Selasa 4 April 2023, Tim Advokasi Dewan Pimpinan Nasional (DPN) SBMI bersama keluarga korban melaporkan kasus penyekapan 20 WNI tersebut ke Komnas HAM, Jumat 31 Maret 2023 lalu.
Para korban ditipu dengan diberangkatkan secara unprosedural ke Myanmar melalui jalur air dari Bangkok, Thailand secara bertahap.
Baca Juga:PAM Tirta Kamuning Fokus Tingkatkan PAD, Peringati HUT ke-35 dengan Pendapatan Rp2,4 MiliarKetua KTH Siliwangi “Semprot” Verifikator BTNGC, Video Viral di Media Sosial
Para korban mengaku sesampainya di Bangkok dikawal dua orang untuk sampai ke perbatasan Thailand dan Myanmar. Lalu dikawal kembali oleh dua orang bersenjata dan berseragam militer.
Sebelum berangkat dari Indonesia, mereka diiming-imingi pihak perekrut untuk dipekerjakan sebagai operator komputer di salah satu perusahan bursa saham di Thailand.
Bahkan dijanjikan gaji senilai Rp8-10 juta per bulan, jam kerja selama 12 jam, mendapatkan makan sebanyak 4 kali sehari, serta mendapatkan fasilitas tempat tinggal secara gratis.
Namun faktanya para korban ditempatkan di tempat kerja yang jauh dari kata layak.
Mereka dipaksa bekerja dari jam 8 malam hingga jam 1 siang untuk mencari kontak-kontak sasaran untuk ditipu melalui website atau aplikasi Crypto sesuai dengan target perusahaan.
Apabila tidak terlaksana, maka para korban mendapatkan hukuman kekerasan fisik. Seperti push-up 50 sampai 200 kali, lari 5 sampai 20 kali lapangan, squat jump 50 sampai 200 kali, hingga hukuman pemukulan dan penyetruman.
Para korban tidak digaji bahkan harus menombok untuk membayar denda yang ditetapkan oleh perusahaan. Penyekapan para korban oleh perusahaan yang dijaga ketat oleh orang-orang bersenjata dan berseragam militer di area perusahaan.
Baca Juga:Bupati Acep Tertidur saat Kecelakaan, Siap Menanggung Biaya Hidup 3 Anak KorbanPolres Indramayu Larang Warga Bermain Petasan, Produsen Bisa Dijerat Pidana
Selain itu, handphone milik para korban juga disita oleh pihak perusahaan dengan tujuan pembatasan akses komunikasi. Para korban meminta dipulangkan tetapi pihak perusahaan memaksa korban untuk membayar denda sebanyak 75.000 Yuan China sehingga para korban terpaksa untuk tetap bekerja.
“Anak saya berangkat kerja bulan Oktober 2022. Yang saya tahu bahwa anak saya bekerja di Thailand dengan jenis pekerjaan yang cukup baik,” ungkap salah seorang orang tua korban.