RAKYATCIREBON.ID – Pasca keluarnya SK pemberhentian untuk Direktur Perumda Aneka Usaha (PDAU), Komisi I DPRD Kabupaten Kuningan menyoroti pemberhentian 43 karyawan PDAU. Pembahasan dilakukan dengan sejumlah pihak untuk memberikan kepastian nasib para karyawan tersebut. Komisi I DPRD telah melaksanakan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Bagian Hukum Setda Kuningan terkait nasib 43 karyawan tersebut. RDP dilaksanakan di Sekretariat UPP Saber Pungli Kabupaten Kuningan, terkait bagaimana legal formalnya, akhir pekan kemarin.
Ketua Komisi 1 DPRD Kuningan, Saw Tresna Septiani SH mengatakan, pemutusan hubungan kerja (PHK) dapat terjadi karena sejumlah alasan. Di antaranya, perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perusahaan dan pekerja/ buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja atau pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh. Kemudian perusahaan melakukan efisiensi diikuti dengan penutupan perusahaan atau tidak diikuti dengan penutupan perusahaan yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian. Perusahaan tutup yang disebabkan karena perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 tahun, serta perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (force majeure).
“Ini berdasarkan Pasal 154A ayat (1) UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Jo UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020. Dan peraturan turunannya, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, pasal 36 mengatur bahwa Pemutusan Hubungan Kerja,” papar politisi Partai Golkar tersebut.
Baca Juga:BIJB Layak Angkut Jamaah Haji dan UmrahHMI Kuningan Gelar Ruang Diskusi Belajar Menulis
Menurut Saw Tresna, PHK berdasarkan Pasal 37 PP Nomor 35 Tahun 2021, dapat dilakukan dengan sejumlah ketentuan. Yakni maksud dan alasan PHK harus diberitahukan oleh pengusaha kepada pekerja/ buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh di dalam perusahaan. Itu juga apabila pekerja/buruh yang bersangkutan merupakan anggota dari serikat pekerja/serikat buruh. “Pemberitahuan PHK dibuat dalam bentuk surat pemberitahuan dan disampaikan secara sah dan patut, oleh pengusaha kepada pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh paling lama 14 hari kerja sebelum PHK. Dalam hal PHK dilakukan dalam masa percobaan, surat pemberitahuan disampaikan paling lama 7 hari kerja sebelum PHK,” terangnya.
Ketentuan berikutnya, lanjut dia, PKH dapat dilakukan karena karyawan Perumda Aneka Usaha merupakan pegawai tetap berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Maka terkait PHK mekanismenya diatur dalam Pasal 161 ayat (1) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan). Syarat untuk melakukan PHK, dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan PHK, setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua dan ketiga secara berturut turut.