RAKYATCIREBON.ID – Rencana pelaksanaan paripurna dengan agenda pengusulan pergantian posisi ketua DPRD Kota Cirebon, masih menuai pro kontra. Kuasa hukum Hj Affiati SPd meminta para wakil rakyat berpikir ulang dan tidak memaksakan diri menggelar kegiatan yang belum jelas sandaran hukumnya.
Kuasa Hukum Hj Affiati, Bayu Kresnha Adhiyaksa mengaku menyayangkan rencana paripurna tanggal 9 besok. Pasalnya, dasar dari pelaksanaan paripurna adalah SK DPP Gerindra tentang pergantian ketua DPRD. Sedangkan saat ini, surat tersebut sedang menjadi objek gugatan dari proses hukum yang sedang dijalani Affiati.
“Legitimasi SK itu yang kami persoalkan. Jadi yang kami perjuangkan adalah hak yang dimiliki Ibu Affiati,” ungkap Bayu kepada Rakyat Cirebon.
Baca Juga:PAC Siap Kawal Paripurna DPRD untuk Ganti AffiatiPilkada 2024, Gerindra Bertekad Usung Calon Bupati Cirebon dari Kader Sendiri
Bayu khawatir, jika ke depan gugatan pihaknya dikabulkan MA, maka secara otomatis SK DPP Gerindra tidak berlaku secara hukum. Sedangkan sudah banyak proses yang dijalankan DPRD yang didasarkan pada surat tersebut.
Secara otomatis juga, kata dia, semua proses yang sudah dijalankan batal demi hukum dan harus dikembalikan ke posisi semula alias status quo. Termasuk paripurna nanti yang bersifat mengeluarkan anggaran.
“Dari awal selalu kami sampaikan bahwa SK tidak prosedural. Jika MA menyatakan demikian, meskipun kita tidak bisa berandai-andai, maka semua kegiatan, termasuk paripurna yang didasarkan pada SK DPP tersebut, akan jadi masalah baru,” tegas Bayu.
Terlebih lagi, kata Bayu, ia masih melihat DPRD belum begitu yakin atas keputusannya menggelar paripurna. Salah satunya terlihat saat pimpinan DPRD dan para ketua fraksi berkonsultasi ke kejaksaan.
Oleh karena itu, seharusnya Fraksi Gerindra tidak hanya melihat PP sebagai landasan yang digunakannya. Namun masih ada UU MD 3 yang mengaturnya. Bahwa pengusulan pergantian ketua DPRD dilakukan oleh partai, dari tingkat bawah, diketahui DPD, dan terakhir DPP menyetujui.
“Bukan malah DPP yang ngasih nama. Apalagi surat dari provinsi yang sudah dua kali diterbitkan. Tentu cantolan hukumnya lebih kuat dan dari beberapa UU. Jadi, jangan cuma mengacu pada PP 12 tahun 2018,” tandasnya.
Di tempat yang sama, praktisi hukum yang juga tergabung dalam tim Kuasa Hukum Affiati, Gideon Manurung menilai, langkah DPRD terlalu prematur. Harusnya, mereka menunggu sampai proses di MA melahirkan putusan yang memiliki kekuatan hukum.