RAKYATCIREBON.ID – Sudah jatuh tertimpa tangga. Itulah yang kini dialami oleh pengusaha tahu lamping di Kabupaten Kuningan, akibat sulitnya menperoleh minyak goreng kemasan. Padahal para pengusaha tahu itu memerlukan minyak goreng kemasan lumayan banyak dalam produksinya.
Kelangkaan minyak goreng di pasaran ternyata membuat para pengusaha tahu lamping di Kuningan kelimpungan. Kondisi ini diperparah dengan merangkaknya harga kedelai sehingga membuat mereka harus memutar otak agar usahanya tidak merugi.
Agus, pemilik usaha tahu lamping di Blok Cikentrungan, Jalan Raya Veteran, Kuningan, mengaku sudah bingung menjalankan usaha tahu khas Kuningan tersebut. Harga dua bahan utama pendukung usahanya yaitu minyak goreng dan kacang kedelai impor kini semakin selangit.
Baca Juga:Baznas Gandeng PGRI Bentuk Unit Pengumpul ZakatAnggota Kodim 0617 Gagalkan Pembegalan
“Saya mah sudah pusing. Minyak goreng langka di pasaran, sekarang ditambah harga kacang kedelai naik lagi. Dari Rp 10.000 per kilogram, sekarang jadi Rp 11.600. Bagaimana saya harus jualan kalau sudah begini,” keluh Agus, kemarin (14/2).
Dia mengatakan, kondisi ini membuat dia harus memutar otak agar usaha tahunya tetap bisa berjalan. Salah satunya dengan mengakali ukuran tahu menjadi lebih kecil dari sebelumnya. “Supaya tidak rugi saya membuat satu nampan tahu mentah yang biasanya dipotong 15, sekarang jadi 16. Kemudian minyak goreng yang dipakai pun diirit-irit, tapi diusahakan tetap bisa menggoreng banyak,” ungkap Agus.
Saat kondisi normal, Agus mengatakan, usaha tahunya dalam sehari bisa menghabiskan kacang kedelai hingga 2 kuintal dan membutuhkan 10 kilogram minyak goreng. Namun kali ini dia hanya bisa memproduksi 1 kwintal kacang kedelai dan mendapat jatah minyak goreng hanya 5 kilogram saja.
“Saat minyak goreng curah tersedia di pasar, saya masih bisa beli 10 kilogram untuk usaha tahu ini. Tapi sekarang di pasar sudah tidak ada, jadi harus ke mini market itu pun dijatah hanya 4 liter,” ujarnya.
Agus mengaku tak habis pikir dengan kebijakan pemerintah yang menurunkan harga minyak goreng menjadi Rp 14.000, tapi tidak disertai dengan ketersediaannya di pasar. Akibatnya, masyarakat bukannya senang malah semakin bingung karena barangnya sulit didapat.
“Saat harga minyak goreng Rp 18.000, masyarakat masih bisa beli karena barangnya banyak. Tapi sekarang, pemerintah buat aturan harganya diturunkan jadi Rp 14.000 tapi barangnya tidak ada di pasaran. Itu mah sama saja bodor,” ketus Agus.