RAKYATCIREBON.ID – Wakil Bupati HM Ridho Suganda membuka turnamen sepakbola Setia Negara Cup di lapangan Desa Setianegara, Kamis (17/2). Wabup mengatakan, turnamen ini merupakan salah satu ajang untuk mengapresiasi bakat dan minat pelajar sehingga mampu mengukir prestasi dalam olahraga sepakbola. – Program Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan kini menjadi sorotan. Alasannya, JHT hanya bisa diambil 100 persen ketika usia 56 tahun. Aktivis Golkar, Endin Saepudin mendesak agar pemerintah mengkaji ulang aturan tersebut. Hal itu karena telah tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022.
“Terdapat pasal yang sangat merugikan para pekerja. Pasal 3 tentang pembayaran manfaat JHT, itu sangat melukai buruh,” ungkapnya.
Endin menambahkan, JHT yang baru bisa diberikan pada saat usia 56 tahun sangat membebani pekerja. “Realitanya sekarang, banyak pekerja yang terkena PHK, dan harus mengambil JHT untuk bertahan hidup,” tandasnya.
Baca Juga:Bupati Pantau Vaksinasi Merdeka AnakSampaikan Pesan Antinarkoba Melalui Mural
Endin yang merupakan mantan sekretaris KSPSI Majalengka ini menjelaskan sebaiknya aturan JHT 56 tahun perlu dikaji ulang. Apalagi di tengah perekonomian yang sulit akibat pandemi Covid-19, kebutuhan dasar untuk makan dan minum harus terpenuhi dan uang JHT bisa menjadi salah satu penyelamat untuk bertahan hidup,” ucapnya.
Sementara Ketua Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kabupaten Majalengka, Egiyana Amambar mengatakan keputusan Menteri Tenaga Kerja tersebut sangat tidak berpihak kepada buruh.
“Kalau menurut saya keputusan menaker tersebut sangat tidak memikirkan nasib kaum buruh saat ini. Padahal itu adalah uang buruh atau tabungan buruh, yang bisa bermanfaat saat pandemi dan kebutuhan hidup juga semakin meningkat. Ditambah upah yang naiknya tidak seberapa dan PHK dimana-mana, sangat menambah derita kaum buruh di Indonesia sekarang ini,” ujarnya.
Menurit Egi, buruh Indonesia meminta keputusan Menaker Nomor 2 Tahun 2022 tersebut dicabut dan juga meminta Ida Fauziyah sebagai Menteri Ketenagakerjaan diganti karena sudah tidak menghargai kaum buruh.
“Ini sungguh kekeliruan yang fatal. Kami minta menaker diganti saja,” ujarnya. (hsn)