Untuk itu, lanjutnya, sejak tahun 2017 pajak yang jumlahnya miliaran tersebut dibebankan ke agen. Namun kenaikan sekarang, bukan berarti pajak dibebankan ke masyarakat. Akhirnya, diputuskanlah per bulan maret ini ada kenaikan harga. Terkait kenapa pertamina tidak menaikan harga, Gunawan mengacu kepada kenaikan non subsidi Pertamina pada desember lalu yang naik Rp26 ribu per tabung, ukuran 12 kilogram.
“Kami-kami ini harus hidup mas. Dasar hukum kenaikan itu, ya tadi SK bupati dan Walikota se Ciayumajakuning. Ya akhirnya kita naikan kemarin karena pertamina juga menaikan harga tabung 12 kilo. Biar sama sama jalan saja semuanya,” jelasnya.
Sedangkan kenapa baru Ciayumajakuning saja yang ada kenaikan, dia beralasan wilayah itu merupakan pilot project Hiswana Migas. Sedangkan daerah lainnya, dalam tahapan on proses. Lucunya, Gunawan justru mengakui kalau sampai saat ini tidak ada kenaikan harga dari Pertamina untuk gas elpiji 3 kilogram.
Baca Juga:Industri Halal jadi Ciri Khas Akademik FSEI, Siap Pecah Demi Pengembangan KampusDatang ke IAIN, BEM FUAD UNISBA Lakukan Studi Komparatif
“Tidak ada kenaikan dari pertamina, karena ini kan bersubsidi. Angkanya saya kurang paham berapa dari pertamina, karena harus melihat data terlebih dahulu,” elaknya.
Ditanya kenapa naik harga saat pandemi, Gunawan malah menyebut tidak tahu kapan pandemi akan berlalu. Sementara kehidupan harus berjalan terus. Kalau Hiswana Migas tidak peka, seharusnya sejak SK bupati walikota ditandatangani sudah harus diberlakukan. Justru kalau per Maret kemarin kembali kanaikan harus diundur, sampai kapan agen dan pengusaha bisa bertahan.
“Kalau harga dilapangan ya pasti ada kenaikan sampai pembeli diatas HET dan itu masuk ke pembeli ya. Saya yakin sekarang dari pangkalan paling dijual sesuai HET. Kalau dalam kota saya yakin tidak akan berubah. Jadi jangan bicara harga yang berada di ujung gunung,” ucapnya.
Gunawan menambahkan, terkait komentar dewan yang menyebutkan kenaikan harga sampai 20 persen, dirinya malah bertanya balik. Justru, kenapa tidak sejak awal dewan mempertanyakan masalah tersebut. Padahal mereka sudah tahu sejak dulu bahwa naiknya 20 persen.
“Kami bukan berarti melempar batu, tapi kalau dewan menanyakan kenapa sampai naiknya dua puluh persen, ya kita harus bedah lagi dong. Ini kan sudah delapan bulan lalu sejak keluar SK bupati dan walikota,” tukasnya.