RAKYATCIREBON.ID –Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat, KH Juhadi Muhammad menyatakan, pelaku yang menganiaya kiai di Kabupaten Indramayu terindikasi ngaji tidak bersanad.
Dia mengimbau masyarakat agar mengaji kepada kiai atau ustadz, bukan pada orang yang tidak jelas latar belakangnya. Apalagi hanya melalui video-video yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Pernyataan itu disampaikan Juhadi pada Jumat (11/3) di Gedung NU Indramayu. Menurutnya, sekarang banyak perbedaan-perbedaan paham yang tidak sama dengan ajaran di lingkungan NU. Bahkan tidak sedikit yang mengaji tanpa guru dan tidak menyadari ajaran yang diamalkannya sesat.
Baca Juga:Tahun Ini Pemkab Siap Gelar Hari Jadi5 Prodi Berakreditasi A Ajukan PJJ
“Ada kemungkinan paham yang dianut pelaku penganiaya Gus Farid itu tidak seperti NU. Mungkin dia mengajinya tidak melalui sanad atau guru, mungkin melalui handphone dengan memanfaatkan aplikasi Youtube dan tidak memahami kalau ajarannya sesat,” jelasnya.
Terkait dzikir atau wiridan yang dirasa mengganggu oleh pelaku, Juhadi menyatakan bahwa wiridan itu sedang dzikir ingat atau sedang taqorub kepada Allah SWT. Sehingga pemahaman yang sesat itu sangat berbahaya.
“Makanya saya mengimbau para kiai dan ustadz agar berhati-hati dengan penyebaran-penyebaran paham yang menyesatkan,” kata dia.
Kepada para santri, ia mengimbau agar tidak terprovokasi atas peristiwa penganiayaan terhadap Pengasuh Pondok Pesantren Salaf An-Nur, KH Farid Ashr Waddahr yang juga Ketua Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al Mu’tabarah An Nahdliyyah (Jatman) Nahdlatul Ulama Indramayu. Juga istrinya, Ning Annah dan keponakannya, Muhammad Haka.
“Para santri insya Allah sudah ada pengendalinya, yaitu para kiai. Kalau tidak ada yang menggerakkan tidak akan terprovokasi, kecuali ada yang menggerakkan. Berbeda dengan orang yang pahamnya sesat, bisa bergerak tanpa harus ada guru. Karena gurunya dari tayangan-tayangan sesat yang dilihatnya, jadi tidak ada yang mengendalikan,” paparnya.
Juhadi menegaskan, dalam pengajian yang digelar para kiai dan ustadz di lingkungan NU tidak mengajarkan paham seperti yang dilakukan pelaku penganiaya Gus Farid dan keluarganya.
“Awalnya, mungkin yang dipahami pelaku itu dengan bahasa amaliyah, membid’ahkan, mengharamkan, mengkafirkan, dan lainnya. Atau mungkin juga dengan bahasa jihad,” kata dia.