Ia pun mengaku, sejak paripurna 9 Februari 2022 lalu, meskipun masih menjalankan tugas, ia tidak terlalu sibuk. Karena sebagian dihandle wakil ketua. Bahkan termasuk untuk sisi administrasi. Sejak paripurna pengusulan pergantian, ia tidak pernah lagi menandatangani berkas apapun di DPRD. Sehingga meja kerjanya terlihat kosong tanpa ada satu pun berkas.
“Alhamdulillah saya lebih santai, diberi waktu untuk istirahat. Karena tugas-tugas dihandle wakil. Tapi untuk rapat-rapat, saya tetap hadir,” tandasnya.
Sebelumnya, tim Kuasa Hukum Affiati, Bayu Kresnha Adhiyaksa SH mengatakan, pihaknya akan melayangkan gugatan ke PTUN terhadap forum paripurna yang sudah diselenggarakan tanggal 9 Februari 2022 lalu, atas dugaan praktik mal administrasi.
Baca Juga:Tarung Drajat Kota Cirebon Kecewa, Gara-gara Surat WalikotaSiswa di Kota Cirebon Berangkat Sekolah Lagi
“Kami memang berencana mengajukan ke PTUN dalam waktu dekat. Untuk kapan waktunya, belum bisa kami sampaikan. Cuma yang jelas dalam waktu dekat ini. Nanti kalau sudah diajukan akan kami sampaikan,” ungkap Bayu saat dikonfirmasi Rakyat Cirebon, Minggu (13/3) malam.
Bahkan, kata Bayu, tanpa adanya surat dari Pemprov Jabar, pihaknya pun memang sudah berencana akan melayangkan gugatan ke PTUN. Setelah sebelumnya melayangkan pengaduan kepada Ombudsman.
Karena menurutnya, rapat paripurna mal administrasi, sehingga semua proses administrasi yang berjalan setelah paripurna dilaksanakan, berpotensi menjadi sebuah pelanggaran. Terlebih yang berkaitan dengan anggaran.
“Kami tidak menunggu surat tersebut (balasan Pemprov Jabar, red). Ada atau tidak adanya surat pemprov yang baru, kami akan tetap ajukan gugatan. Karena kami berpandangan telah terjadi mal administrasi atas paripurna. Apalagi dengan adanya surat tersebut, semakin memperjelas tindakan mal administrasi dari proses paripurna,” jelasnya.
Menurut Bayu, apabila seluruh proses paripurna pemberhentian Affiati dinyatakan sesuai prosedur sebagaimana disampaikan oleh para anggota dewan, seharusnya secara hukum Pemprov Jabar menerbitkan SK pemberhentian. Namun sebaliknya, dengan dikembalikannya berkas paripurna atau tidak dapat diprosesnya pemberhentian kliennya oleh provinsi, akan berimplikasi hukum setelah paripurna yang lalu.
“Hal itu memiliki implikasi hukum terhadap seluruh kegiatan DPRD selepas paripurna pemberhentian klien kami,” ucapnya.
Bukan saja akan muncul gugatan yang akan diajukan, melainkan dampak hukum lain di luar gugatan dari pihaknya. “Mungkin termasuk perbuatan melawan hukum dalam ranah administratif ataupun pidana,” pungkasnya. (sep)