Keduanya juga akan mengajak masyarakat mengolah teh menjadi minuman yang enak dan mewah. “Kami di desa ini cukup lama, kami senang berada di sini masyarakatnya cukup hangat,” sebutnya.
Mereka mengaku tidak mengalami kendala ketika harus melakukan komunikasi dengan berbagai bahasa termasuk bahasa Inggris, Korea, atau Mandarin karena hampir semua ibu-ibu fasih berbahasa asing.
Tiga peserta yakni Siti Badriah, Yayah, dan Entang cukup antusias mengikuti kegiatan tersebut. Mereka sering bercanda dengan Pei Lee dan Chen dengan bahasa Inggris atau Taiwan.
Yi Pei Lee dan Keting Chen tinggal di rumah warga setempat, mereka memberikan pelatihan kepada masyarakat bekerja sama dengan sanggar milik Amin Halimi dan Yahya Sunarya.
Yahya dan Amin menyebutkan, banyak WNA yang berkunjung ke kampungnya dan menginap hingga berminggu-minggu bahkan bulan. Mereka betah karena mudah melakukan komunikasi.
Di kampungnya, banyak perempuan fasih berbahasa asing. Ada yang menguasai tiga hingga empat bahasa asing, karena mantan TKI di negara Arab Saudi dan sejumlah negara Asia hingga Eropa. Bahkan penjual lotek fasih berbahasa Arab, Korea, dan Inggris.
“Diantara mereka ada yang bekerja hingga puluhan tahun di negara yang berbeda, jadi wajar jika mereka fasih berbahasa asing. Ketika ada WNA datang, langsung disambut hangat,” kata Yahya. *