RAKCER.ID – Industri genteng dan bata merah di Kabupaten Majalengka masih bertahan, di tengah kepungan industri genteng modern dan hebel.
Hal itu bisa dilihat dari sejumlah industri genteng dan bata di wilayah Burujul dan Sukaraja Kecamatan Jatiwangi yang masih berdiri, meski dengan keterbatasan dan ketatnya persaingan.
Hal serupa juga dirasakan para pengusaha bata merah di Desa Tegalaren Kecamatan Jatitujuh maupun industri bata merah di wilayah Panyingkiran, Sindangwangi dan lainnya.
Wawan (45) salah seorang pengusaha genteng asal Sukaraja mengakui, saat ini industri genteng tanah liat mulai menurun, seiring banyaknya jenis genteng modern berbahan baja ringan.
Selain itu, tingginya curah hujan juga menjadi kendala bagi para pengusaha genteng dan bata merah di Kabupaten Majalengka yang terpaksa mengurangi produksi akibat kesulitan dalam proses pengeringan.
“Saat ini saingan kita sangat banyak, terutama kehadiran genteng berbahan baja ringan maupun semen yang mulai banyak digunakan masyarakat,” ucapnya Rabu 25 januari 2023.
Hal senada juga diungkapkan Bono, pengusaha bata merah asal Sindangwangi yang mengaku produksinya menurun drastis sejak beredarnya bata jenis hebel.
Selain itu kata dia, curah hujan yang tinggi juga sangat berpengaruh terhadap produksi yang mengalami penurunan hingga 30 persen.
“Sebab proses pengeringan merupakan hal yang paling penting, sehingga kami tidak bisa mencetak dan membakar bata dalam jumlah banyak,” ucapnya.
Hal senada diungkapkan Muroji, pengusaha bata merah asal Desa Buahkapas. Curah hujan tinggi membuat produksi bata merah terhenti, pasalnya mulai proses pembuatan bahan baku membutuhkan terik matahari.
Sehingga jika musim hujan pihaknya tidak bisa mencetak bata dan hanya memanfaatkan stok yang ada untuk dibakar.
“Kalau curah hujan tinggi seperti ini, maka industri pembuatan bata merah stop mencetak. Biasanya para pengusaha hanya melakukan pembakaran atau mengumpulkan bata kering ke gudang pembakaran,” pungkasnya. *