RAKCER.ID – Persatuan Anggota BPD Seluruh Indonesia (PABPDSI) Jawa Barat, mengancam melapor ke Mendagri perihal belum ada keberpihakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Majalengka terhadap BPD.
Padahal, sesuai aturan dan Undang-undang tentang Desa dan lainnya, Pemkab khususnya Majalengka wajib memfasilitasi dan memberikan dukungan kepada BPD sebagai bagian dari pemerintahan.
Hal itu diungkapkan Bintang, ketua PABPDSI Jawa Barat saat berdiskusi dengan pengurus PABPDSI Kabupaten Majalengka usai berdialog dengan Komisi 1 DPRD Majalengka.
Menurut Bintang, dari 26 kabupaten dan kota di Jawa Barat saat ini, hanya Kabupaten Majalengka saja yang belum memiliki Perda tentang ke-BPD-an.
Perda tersebut sangat penting bagi BPD. Terutama untuk mengatur tugas dan fungsi serta tunjangan operasional maupun honor dan lainnya.
Pasalnya, selama ini perihal pengaturan operasional BPD dan tunjangannya di Kabupaten Majalengka masih ambigu dan rentan disalahartikan. Bahkan rentan untuk dikelabui.
Mengingat isi dari klausul tentang pengaturan tunjangan operasional maupun honor disesuaikan dengan kemampuan desa. Sementara kemampuan setiap desa di Kabupaten Majalengka berbeda-beda. Artinya, tidak semua desa memiliki PADes yang cukup.
“Dengan bunyi klausul seperti ini, maka desa bisa berkelit dengan alasan PADes nya minim. Sehingga, BPD tidak akan mendapatkan tunjangan operasional,” ujar Bintang.
“Sementara untuk perangkat desa sendiri, tetap mendapatkan tunjangan karena sudah diatur secara rinci. Ini kan jadi ambigu,” sambungnya.
Oleh karena itu, kata dia, pihaknya akan mengadukan persoalan ini ke pihak Kemendagri dan akan berkoordinasi dengan PABPDSI pusat.
Hal senada diungkapkan Sekretaris PABPDSI Kabupaten Majalengka, Drs Deden Hamdani. Dia mengatakan, yang diharapkan para anggota BPD di Kabupaten Majalengka sebenarnya sangat sederhana.
Yakni pemerintah daerah mengeluarkan perda yang mengatur masalah BPD. Salah satunya mengenai tunjangan operasional maupun honor BPD.
Teknisnya sebenarnya sangat mudah. Dari dana desa (DD) atau ADD yang sebesar 30 persen untuk siltap perangkat desa itu, harusnya ditetapkan juga berapa persen untuk operasional BPD.
Misalnya 5 persen dari DD atau lainnya. Sehingga jelas, dan bukan disesuaikan dengan kemampuan desa.
“Tugas BPD sangat berat. Terutama jika ada persoalan di masyarakat, maka BPD lah yang menangani. Namun ketika persoalan siltap, operasional dan lainnya, justru BPD dikesampingkan. Ini kan gak adil,” tambahnya.