“Yang penting mah dapat gabah untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Kalau pelanggan stop akan sulit lagi,” tutur Ian.
Sudirno dan Ian mengatakan, saat ini pengusaha penggilingan menengah ke bawah seolah terjepit. Dalam istilah bahasa Sunda menurut Sudirno maju jungkrang mundur wiring.
Usaha yang dilakukannya jika terus dijalani akan bertemu kesulitan yang lebih besar, tetapi jika berhenti usaha tidak ada pekerjaan lain.
“Pemilik penggilingan lain sudah banyak yang berhenti karena sulit mendapatkan gabah,” ujar Sudirno yang menjual beras ke tingkat pengecer seharga Rp12.000 per kilogram.
Oom, salah seorang pengecer beras di pasar Majalengka menyebutkan dirinya kini sudah mulai menjual dengan harga Rp13.500 per kilogram untuk beras premium.
Sementara beras medium seharga Rp11.500 per kg. Beras tersebut tidak pulen dan terdapat satu dua gabah.
“Harga dari pabrik sudah Rp325.000 per karung isi 25 kilo, jadi tidak mungkin sekarang menjual Rp13.000 per kilo,” ujar Oom.
“Namun, untuk pembeli sebanyak 10 kilo harga dikurangi sedikit, tapi sekarang sangat jarang pembeli beras sampai 10 kilo karena harganya mahal,” ujar Oom.
Een penjual beras eceran lainnya mengatakan masih menjual beras seharga Rp13.300 per kg, dia mengaku mengambil untuk sedikit yang terpenting biaya penyusutan tertutupi.
Pertimbangan lainnya jika menjual lebih mahal, pembeli akan berkurang banyak dan khawatir pindah ke pedagang lain mencari beras yang lebih murah walaupun beda kualitas.
“Sekarang mah bingung jualnya juga harganya mahal jadi konsumen juga berpikir lama untuk menentukan pembelian teh,” ucap Een.
Baik menurut pengusaha penggilingan maupun pedagang beras, kenaikan harga hingga seperti sekarang baru terjadi lagi. Karena tahun lalu harga gabah tertinggi hanya mencapai Rp600.000 per kuintal. *